Khamis, 13 Mei 2010
Sejarah Singkat Imam Tirmizi
Khazanah keilmuan Islam klasik mencatat sosok Imam Tirmizi sebagai salah satu periwayat dan ahli Hadits utama, selain Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, dan sederet nama lainnya. Karyanya, Kitab Al Jami', atau biasa dikenal dengan kitab Jami' Tirmizi, menjadi salah satu rujukan penting berkaitan masalah Hadits dan ilmunya, serta termasuk dalam Kutubus Sittah (enam kitab pokok di bidang Hadits) dan ensiklopedia Hadits terkenal. Sosok penuh tawadhu' dan ahli ibadah ini tak lain adalah Imam Tirmizi.
Dilahirkan pada 279 H di kota Tirmiz, Imam Tirmizi bernama lengkap Imam Al-Hafiz Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin Ad-Dahhak As-Sulami At-Tirmizi. Sejak kecil, Imam Tirmizi gemar belajar ilmu dan mencari Hadits. Untuk keperluan inilah ia mengembara ke berbagai negeri, antara lain Hijaz, Irak, Khurasan, dan lain-lain.
Dalam lawatannya itu, ia banyak mengunjungi ulama-ulama besar dan guru-guru Hadits untuk mendengar Hadits dan kemudian dihafal dan dicatatnya dengan baik. Di antara gurunya adalah; Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Abu Daud. Selain itu, ia juga belajar pada Imam Ishak bin Musa, Mahmud bin Gailan, Said bin Abdurrahman, Ali bin Hajar, Ahmad bin Muni', dan lainnya.
Perjalanan panjang pengembaraannya mencari ilmu, bertukar pikiran, dan mengumpulkan Hadits itu mengantarkan dirinya sebagai ulama Hadits yang sangat disegani kalangan ulama semasanya. Kendati demikian, takdir menggariskan lain. Daya upaya mulianya itu pula yang pada akhir kehidupannya mendapat musibah kebutaan, dan beberapa tahun lamanya ia hidup sebagai tuna netra. Dalam kondisi seperti inilah, Imam Tirmizi meninggal dunia. Ia wafat di Tirmiz pada usia 70 tahun.
Di kemudian hari, kumpulan Hadits dan ilmu-ilmunya dipelajari dan diriwayatkan oleh banyak ulama, di antaranya; Makhul ibnul-Fadl, Muhammad bin Mahmud Anbar, Hammad bin Syakir, Abd bin Muhammad An-Nasfiyyun, Al-Haisam bin Kulaib Asy-Syasyi, Ahmad bin Yusuf An-Nasafi, Abul-Abbas Muhammad bin Mahbud Al-Mahbubi, yang meriwayatkan kitab Al-Jami' daripadanya, dan lain-lain. Mereka ini pula murid-murid Imam Tirmizi.
Banyak kalangan ulama dan ahli Hadits mengakui kekuatan dan kelebihan dalam diri Imam Tirmizi. Selain itu, kesalehan dan ketakwaannya pun tak dapat diragukan lagi. Salah satu ulama itu, Ibnu Hibban Al-Busti, pakar Hadits, mengakui kemampuan Tirmizi dalam menghafal, menghimpun, menyusun, dan meneliti Hadits, sehingga menjadikan dirinya sumber pengambilan Hadits para ulama terkenal, termasuk Imam Bukhari.
Sementara kalangan ulama lainnya mengungkapkan, Imam Tirmizi adalah sosok yang dapat dipercaya, amanah, dan sangat teliti. Kisah yang dikemukakan Al-Hafiz Ibnu Hajar dalam Tahzib At-Tahzibnya, dari Ahmad bin Abdullah bin Abu Dawud, berikut adalah salah satu bukti kelebihan sang Imam :
Saya mendengar Abu Isa At-Tirmizi berkata, "Pada suatu waktu dalam perjalanan menuju Mekkah, dan ketika itu saya telah menulis dua jilid buku berisi Hadits-hadits berasal dari seorang guru. Guru tersebut berpapasan dengan kami. Lalu saya bertanya-tanya mengenai dia, mereka menjawab bahwa dialah orang yang kumaksudkan itu. Kemudian saya menemuinya. Dia mengira bahwa 'dua jilid kitab' itu ada padaku. Ternyata yang kubawa bukanlah dua jilid tersebut, melainkan dua jilid lain yang mirip dengannya. Ketika saya bertemu dengannya, saya memohon kepadanya untuk mendengar Hadits, dan ia mengabulkan permohonan itu. Kemudian ia membacakan Hadits yang telah dihafalnya. Di sela-sela pembacaan itu ia mencuri pandang dan melihat bahwa kertas yang kupegang ternyata masih putih bersih tanpa ada tulisan sesuatu apa pun. Melihat kenyataan itu, ia berkata, 'Tidakkah engkau malu kepadaku?' Lalu aku bercerita dan menjelaskan kepadanya bahwa apa yang ia bacakan itu telah kuhafal semuanya. 'Coba bacakan!' perintahnya. Aku pun membacakan seluruhnya secara beruntun. Ia bertanya lagi, 'Apakah telah engkau hafalkan sebelum datang kepadaku?' Aku menjawab, 'Tidak.' Kemudian saya meminta lagi agar dia meriwayatkan Hadits yang lain. Ia pun kemudian membacakan 40 Hadits yang tergolong Hadits-hadits sulit atau gharib lalu berkata, 'Coba ulangi apa yang kubacakan tadi!' Lalu aku membacakannya dari pertama sampai selesai, dan ia berkomentar, 'Aku belum pernah melihat orang seperti engkau.' "
Selain dikenal sebagai ahli dan penghafal Hadits, mengetahui kelemahan-kelemahan dan perawi-perawinya, Imam Tirmizi juga dikenal sebagai ahli fiqh dengan wawasan dan pandangan luas. Pandangan-pandangan tentang fiqh itu misalnya, dapat ditemukan dalam kitabnya Al-Jami'.
Kajian-kajiannya mengenai persoalan fiqh ini pula mencerminkan dirinya sebagai ulama yang sangat berpengalaman dan mengerti betul duduk permasalahan yang sebenarnya. Sebagai tamsil, penjelasannya terhadap sebuah Hadits mengenai penangguhan membayar piutang yang dilakukan si berutang yang sudah mampu, sebagai berikut: "Muhammad bin Basysyar bin Mahdi menceritakan kepada kami. Sufyan menceritakan kepada kami, dari Abi Az-Zunad, dari Al-Arai dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, bersabda: Penangguhan membayar utang (yang dilakukan oleh si berutang) yang mampu adalah suatu kezaliman. Apabila seseorang di antara kamu dipindahkan utangnya kepada orang lain yang mampu membayar, hendaklah pemindahan utang itu diterimanya."
Bagaimana penjelasan sang Imam? Berikut ini komentar beliau, "Sebagian ahli ilmu berkata: 'Apabila seseorang dipindahkan piutangnya kepada orang lain yang mampu membayar dan ia menerima pemindahan itu, maka bebaslah orang yang memindahkan (muhil) itu, dan bagi orang yang dipindahkan piutangnya (muhtal) tidak dibolehkan menuntut kepada muhil.' Sementara sebagian ahli lainnya mengatakan: 'Apabila harta seseorang (muhtal) menjadi rugi disebabkan kepailitan muhal 'alaih, maka baginya dibolehkan menuntut bayar kepada orang pertama (muhil). Alasannya adalah, tidak ada kerugian atas harta benda seorang Muslim. Menurut Ibnu Ishak, perkataan 'Tidak ada kerugian atas harta benda seorang Muslim' ini adalah 'Apabila seseorang dipindahkan piutangnya kepada orang lain yang dikiranya mampu, namun ternyata orang lain itu tidak mampu, maka tidak ada kerugian atas harta benda orang Muslim (yang dipindahkan utangnya) itu'." demikian penjelasan Imam Tirmizi.
Ini adalah satu contoh yang menunjukkan kepada kita, betapa cemerlangnya pemikiran fiqh Imam Tirmizi dalam memahami nash-nash Hadits, serta betapa luas dan orisinal pandangannya itu. Hingga meninggalnya, Imam Tirmizi telah menulis puluhan kitab, diantaranya: Kitab Al-Jami', terkenal dengan sebutan Sunan at-Tirmizi, Kitab Al-'Ilal, Kitab At-Tarikh, Kitab Asy-Syama'il an-Nabawiyyah, Kitab Az-Zuhd, dan Kitab Al-Asma' wal-Kuna.
Selain dikenal dengan sebutan Kitab Jami' Tirmizi, kitab ini juga dikenal dengan nama Sunan At-Tirmizi. Di kalangan muhaddisin (ahli Hadits), kitab ini menjadi rujukan utama, selain kitab-kitab hadits lainnya dari Imam Bukhari maupun Imam Muslim.
Kitab Sunan Tirmizi dianggap sangat penting lantaran kitab ini betul-betul memperhatikan ta'lil (penentuan nilai) Hadits dengan menyebutkan secara eksplisit Hadits yang sahih. Itu sebabnya, kitab ini menduduki peringkat ke-4 dalam urutan Kutubus Sittah, atau menurut penulis buku Kasyf Az Zunuun, Hajji Khalfah (w. 1657), kedudukan Sunan Tirmizi berada pada tingkat ke-3 dalam hierarki Kutubus Sittah.
Tidak seperti kitab Hadits Imam Bukhari, atau yang ditulis Imam Muslim dan lainnya, kitab Sunan Tirmizi dapat dipahami oleh siapa saja, yang memahami bahasa Arab tentunya. Dalam menyeleksi Hadits untuk kitabnya itu, Imam Tirmizi bertolak pada dasar apakah Hadits itu dipakai oleh fuqaha (ahli fikih) sebagai hujjah (dalil) atau tidak. Sebaliknya, Tirmizi tidak menyaring Hadits dari aspek Hadits itu dhaif atau tidak. Itu sebabnya, ia selalu memberikan uraian tentang nilai Hadits, bahkan uraian perbandingan dan kesimpulannya.
Diriwayatkan, bahwa ia pernah berkata: "Semua Hadits yang terdapat dalam kitab ini adalah dapat diamalkan." Oleh karena itu, sebagian besar ahli ilmu menggunakannya (sebagai pegangan), kecuali dua Hadits, yaitu: Pertama, yang artinya: "Sesungguhnya Rasulullah SAW menjamak shalat Dhuhur dengan Ashar, dan Maghrib dengan Isya, tanpa adanya sebab takut dan dalam perjalanan.'' Juga Hadits, "Jika ia peminum khamar, minum lagi pada yang keempat kalinya, maka bunuhlah dia." Hadits mengenai hukuman untuk peminum khamar ini adalah mansukh (terhapus) dan ijma' ulama pun menunjukkan demikian. Sedangkan mengenai shalat jamak, para ulama berbeda pendapat atau tidak sepakat untuk meninggalkannya. Sebagian besar ulama berpendapat boleh hukumnya melakukan shalat jamak di rumah selama tidak dijadikan kebiasaan. Pendapat ini adalah pendapat Ibn Sirin dan Asyab serta sebagian besar ahli fiqh dan ahli Hadits juga Ibn Munzir.
Beberapa keistimewaan Kitab Jami' atau Sunan Tirmizi adalah, pencantuman riwayat dari sahabat lain mengenai masalah yang dibahas dalam Hadits pokok (Hadits al Bab), baik isinya yang semakna maupun yang berbeda, bahkan yang bertentangan sama sekali secara langsung maupun tidak langsung.
Selain itu, keistimewaan yang langsung kaitannya dengan ulum al Hadits (ilmu-ilmu Hadits) adalah masalah ta'lil Hadits. Hadits-hadits yang dimuat disebutkan nilainya dengan jelas, bahkan nilai rawinya yang dianggap penting. Kitab ini dinilai positif karena dapat digunakan untuk penerapan praktis kaidah-kaidah ilmu Hadits, khususnya ta'lil Hadits tersebut.
2009
Sejarah Hidup Imam Ibn Majah R.A.
Ibn Majah adalah seorang kepercayaan yang besar, yang disepakati tentang kejujurannya, dapat dijadikan argumentasi pendapat-pendapatnya. Ia mempunyai pengetahuan luas dan banyak menghafal hadith. Imam Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah ar-Rabi'i al-Qarwini, pengarang kitab As-Sunan dan kitab-kitab bemanfaat lainnya. Kata "Majah" dalam nama beliau adalah dengan huruf "ha" yang dibaca suku; inilah pendapat yang shahih yang dipakai oleh mayoritas ulama, bukan dengan "ta" (majat) sebagaimana pendapat sementara orang. Kata itu adalah gelar ayah Muhammad, bukan gelar biasanya, seperti diterangkan penulis Qamus jilid 9, hal. 208. Ibn Katsr dalam Al-Bidayah wan-Nibayah, jilid 11, hal. 52. Imam Ibn Majah dilahirkan di Qaswin pada tahun 209 H, dan wafat pada tanggal 22 Ramadhan 273 H. Jenazahnya dishalatkan oleh saudaranya, Abu Bakar. Sedangkan pemakamannya dilakukan oleh kedua saudaranya, Abu Bakar dan Abdullah serta putranya, Abdullah.
Pengembaraannya
Ia berkembang dan meningkat dewasa sebagai orang yang cinta mempelajari ilmu dan pengetahuan, teristimewa mengenai hadith dan periwayatannya. Untuk mencapai usahanya dalam mencari dan mengumpulkan hadith, ia telah melakukan lawatan dan berkeliling di beberapa negeri. Ia melawat ke Iraq, Hijaz, Syam, Mesir, Kufah, Basrah dan negara-negara serta kota-kota lainnya, untuk menemui dan berguru hadith kepada ulama-ulama hadith. Juga ia belajar kepada murid-murid Malik dan al-Lais, rahimahullah, sehingga ia menjadi salah seorang imam terkemuka pada masanya di dalam bidang ilmu nabawi yang mulia ini.
Aktiviti Periwayatannya
Ia belajar dan meriwayatkan hadith dari Abu Bakar bin Abi Syaibah, Muhammad bin Abdullah bin Numair, Hisyam bin 'Ammar, Muhammad bin Ramh, Ahmad bin al-Azhar, Bisyr bin Adan dan ulama-ulama besar lain. Sedangkan hadith-hadithnya diriwayatkan oleh Muhammad bin 'Isa al-Abhari, Abul Hasan al-Qattan, Sulaiman bin Yazid al-Qazwini, Ibn Sibawaih, Ishak bin Muhammad dan ulama-ulama lainnya.
Penghargaan Para Ulama Kepadanya
Abu Ya'la al-Khalili al-Qazwini berkata: "Ibn Majah adalah seorang kepercayaan yang besar, yang disepakati tentang kejujurannya, dapat dijadikan argumentasi pendapat-pendapatnya. Ia mempunyai pengetahuan luas dan banyak menghafal hadith." Zahabi dalam Tazkiratul Huffaz, melukiskannya sebagai seorang ahli hadith besar mufasir, pengarang kitab sunan dan tafsir, serta ahli hadith kenamaan negerinya. Ibn Kasir, seorang ahli hadith dan kritikus hadith berkata dalam Bidayah-nya: "Muhammad bin Yazid (Ibn Majah) adalah pengarang kitab sunan yang masyhur. Kitabnya itu merupakan bukti atas amal dan ilmunya, keluasan pengetahuan dan pandangannya, serta kredibilitas dan loyalitasnya kepada hadith dan usul dan furu'."
Karya-Karyanya
Imam Ibn Majah mempunyai banyak karya tulis, di antaranya:
• Kitab As-Sunan, yang merupakan salah satu Kutubus Sittah (Enam Kitab Hadith yang Pokok).
• Kitab Tafsir Al-Qur'an, sebuah kitab tafsir yang besar manfatnya seperti diterangkan Ibn Kasir.
• Kitab Tarikh, berisi sejarah sejak masa sahabat sampai masa Ibn Majah.
Imam Abu Dawud
Setelah Imam Bukhari dan Imam Muslim kini giliran Imam Abu Dawud yg juga merupakan tokoh kenamaan ahli hadits pada jamannya. Kealiman kesalihan dan kemuliaannya semerbak mewangi hingga kini. Nama Lengkap dan Tahun Kelahirannya Abu Dawud nama lengkapnya ialah Sulaiman bin al-Asy’as bin Ishaq bin Basyir bin Syidad bin ‘Amr al-Azdi as-Sijistani seorang imam ahli hadits yg sangat teliti tokoh terkemuka para ahli hadits setelah dua imam hadits Bukhari dan Muslim serta pengarang kitab Sunan. Ia dilahirkan pada tahun 202 H/817 M di Sijistan. Perkembangan dan Perlawatannya Sejak kecilnya Abu Dawud sudah mencintai ilmu dan para ulama bergaul dgn mereka utk dapat mereguk dan menimba ilmunya.Belum lagi mencapai usia dewasa ia telah mempersiapkan dirinya utk mengadakan perlawatan mengelilingi berbagai negeri. Ia belajar hadits dari para ulama yg tidak sedikit jumlahnya yg dijumpainya di Hijaz Syam Mesir Irak Jazirah Sagar Khurasan dan negeri-negeri lain. Perlawatannya ke berbagai negeri ini membantu dia utk memperoleh pengetahuan luas tentang hadits kemudian hadits-hadits yg diperolehnya itu disaring dan hasil penyaringannya dituangkan dalam kitab As-Sunan. Abu Dawud mengunjungi Baghdad berkali-kali. Di sana ia mengajarkan hadits dan fiqh kepada para penduduk dgn memakai kitab Sunan sebagai pegangannya. Kitab Sunan karyanya itu diperlihatkannya kepada tokoh ulama hadits Ahmad bin Hanbal. Dengan bangga Imam Ahmad memujinya sebagai kitab yg sangat indah dan baik.Kemudian Abu Dawud menetap di Basrah atas permintaan gubernur setempat yg menghendaki supaya Basrah menjadi “Ka’bah” bagi para ilmuwan dan peminat hadits. Guru-gurunya Para ulama yg menjadi guru Imam Abu Dawud banyak jumlahnya. Di antaranya guru-guru yg paling terkemuka ialah Ahmad bin Hanbal al-Qa’nabi Abu ‘Amr ad-Darir Muslim bin Ibrahim Abdullah bin Raja’ Abu’l Walid at-Tayalisi dan lain-lain. Sebagian gurunya ada pula yg menjadi guru Imam Bukhari dan Imam Muslim seperti Ahmad bin Hanbal Usman bin Abi Syaibah dan Qutaibah bin Sa’id. Murid-muridnya Ulama-ulama yg mewarisi haditsnya dan mengambil ilmunya antara lain Abu ‘Isa at-Tirmizi Abu Abdur Rahman an-Nasa’i putranya sendiri Abu Bakar bin Abu Dawud Abu Awanah Abu Sa’id al-A’rabi Abu Ali al-Lu’lu’i Abu Bakar bin Dassah Abu Salim Muhammad bin Sa’id al-Jaldawi dan lain-lain.Cukuplah sebagai bukti pentingnya Abu Dawud bahwa salah seorang gurunya Ahmad bin Hanbal pernah meriwayatkan dan menulis sebuah hadits yg diterima dari padanya. Hadits tersebut ialah hadits yg diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Hammad bin Salamah dari Abu Ma’syar ad-Darami dari ayahnya sebagai berikut “Rasulullah SAW. ditanya tentang ‘atirah maka ia menilainya baik.” Akhlak dan Sifat-sifatnya yg Terpuji Abu Dawud adl salah seorang ulama yg mengamalkan ilmunya dan mencapai derajat tinggi dalam ibadah kesucian diri wara’ dan kesalehannya. Ia adl seorang sosok manusia utama yg patut diteladani perilaku ketenangan jiwa dan kepribadiannya. Sifat-sifat Abu Dawud ini telah diungkapkan oleh sebagian ulama yg menyatakan Abu Dawud menyerupai Ahmad bin Hanbal dalam perilakunya ketenangan jiwa dan kebagusan pandangannya serta kepribadiannya. Ahmad dalam sifat-sifat ini menyerupai Waki’ Waki menyerupai Sufyan as-Sauri Sufyan menyerupai Mansur Mansur menyerupai Ibrahim an-Nakha’i Ibrahim menyerupai ‘Alqamah dan ia menyerupai Ibn Mas’ud. Sedangkan Ibn Mas’ud sendiri menyerupai Nabi SAW. dalam sifat-sifat tersebut. Sifat dan kepribadian yg mulia seperti ini menunjukkan aatas kesempurnaan keberagamaan tingkah laku dan akhlak.Abu Dawud mempunyai pandangan dan falsafah sendiri dalam cara berpakaian. Salah satu lengan bajunya lebar namun yg satunya lbh kecil dan sempit. Seseorang yg melihatnya bertanya tentang kenyentrikan ini ia menjawab “Lengan baju yg lebar ini digunakan utk membawa kitab-kitab sedang yg satunya lagi tidak diperlukan. Jadi kalau dibuat lebar hanyalah berlebih-lebihan. Pujian Para Ulama Kepadanya Abu Dawud adl juga merupakan “bendera Islam” dan seorang hafiz yg sempurna ahli fiqh dan berpengetahuan luas terhadap hadits dan ilat-ilatnya. Ia memperoleh penghargaan dan pujian dari para ulama terutama dari gurunya sendiri Ahmad bin Hanbal. Al-Hafiz Musa bin Harun berkata mengenai Abu Dawud “Abu Dawud diciptakan di dunia hanya utk hadits dan di akhirat utk surga. Aku tidak melihat orang yg lbh utama melebihi dia.” Sahal bin Abdullah At-Tistari seorang yg alim mengunjungi Abu Dawud. Lalu dikatakan kepadanya “Ini adl Sahal dating berkunjung kepada tuan.” Abu Dawud pun menyambutnya dgn hormat dan mempersilahkan duduk. Kemudian Sahal berkata “Wahai Abu Dawud saya ada keperluan keadamu.” Ia bertanya “Keperluan apa?” “Ya akan saya utarakan nanti asalkan engkau berjanji akan memenuhinya sedapat mungkin” jawab Sahal. “Ya aku penuhi maksudmu selama aku mampu” tandan Abu Dawud. Lalu Sahal berkata “Jujurkanlah lidahmu yg engkau pergunakan utk meriwayatkan hadits dari Rasulullah SAW. sehingga aku dapat menciumnya.” Abu Dawud pun lalu menjulurkan lidahnya yg kemudian dicium oleh Sahal.Ketika Abu Dawud menyusun kitab Sunan Ibrahim al-Harbi seorang ulama ahli hadits berkata “Hadits telah dilunakkan bagi Abu Dawud sebagaimana besi dilunakkan bagi Nabi Dawud.” Ungkapan ini adl kata-kata simbolik dan perumpamaan yg menunjukkan atas keutamaan dan keunggulan seseorang di bidang penyusunan hadits. Ia telah mempermudah yg sulit mendekatkan yg jauh dan memudahkan yg masih rumit dan pelik.Abu Bakar al-Khallal ahli hadits dan fiqh terkemuka yg bermadzhab Hanbali menggambarkan Abu Dawud sebagai berikut; Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’as imam terkemuka pada jamannya adl seorang tokoh yg telah menggali beberapa bidang ilmu dan mengetahui tempat-tempatnya dan tiada seorang pun pada masanya yg dapat mendahului atau menandinginya. Abu Bakar al-Asbihani dan Abu Bakar bin Sadaqah senantiasa menyinggung-nyingung Abu Dawud krn ketinggian derajatnya dan selalu menyebut-nyebutnya dgn pujian yg tidak pernah mereka berikan kepada siapa pun pada masanya. Madzhab Fiqh Abu Dawud Syaikh Abu Ishaq asy-Syairazi dalam asy-Syairazi dalam Tabaqatul-Fuqaha-nya menggolongkan Abu Dawud ke dalam kelompok murid-murid Imam Ahmad. Demikian juga Qadi Abu’l-Husain Muhammad bin al-Qadi Abu Ya’la dalam Tabaqatul-Hanabilah-nya. Penilaian ini nampaknya disebabkan oleh Imam Ahmad merupakan gurunya yg istimewa. Menurut satu pendapat Abu Dawud adl bermadzhab Syafi’i.Menurut pendapat yg lain ia adl seorang mujtahid sebagaimana dapat dilihat pada gaya susunan dan sistematika Sunan-nya. Terlebih lagi bahwa kemampuan berijtihad merupakan salah satu sifat khas para imam hadits pada masa-masa awal. Memandang Tinggi Kedudukan Ilmu dan Ulama Sikap Abu Dawud yg memandang tinggi terhadap kedudukan ilmu dan ulama ini dapat dilihat pada kisah berikut sebagaimana dituturkan dgn sanad lengkap oleh Imam al-Khattabi dari Abu Bakar bin Jabir pembantu Abu Dawud. Ia berkata “Aku bersama Abu Dawud tinggi di Baghdad. Pada suatu waktu ketika kami selesai menunaikan shalat Maghrib tiba-tiba pintu rumah diketuk orang lalu pintu aku buka dan seorang pelayan melaporkan bahwa Amir Abu Ahmad al-Muwaffaq mohon ijin utk masuk. Kemudian aku melapor kepada Abu Dawud tentang tamu ini dan ia pun mengijinkan. Sang Amir pun masuk lalu duduk. Tak lama kemudian Abu Dawud menemuinya seraya berkata “Gerangan apakah yg membawamu datang ke sini pada saat seperti ini?” “Tiga kepentingan” jawab Amir. “Kepentingan apa?” tanyanya. Amir menjelaskan “Hendaknya tuan berpindah ke Basrah dan menetap di sana supaya para penuntut ilmu dari berbagai penjuru dunia dating belajar kepada tuan; dgn demikian Basrah akan makmur kembali. Ini mengingat bahwa Basrah telah hancur dan ditinggalkan orang akibat tragedy Zenji.” Abu Dawud berkata “Itu yg pertama sebutkan yg kedua!” “Hendaknya tuan berkenan mengajarkan kitab Sunan kepada putra-putraku” kata Amir. “Ya ketiga?” Tanya Abu Dawud kembali. Amir menerangkan “Hendaknya tuan mengadakan majelis tersendiri utk mengajarkan hadits kepada putra-putra khalifah sebab mereka tidak mau duduk bersama-sama dgn orang umum.” Abu Dawud menjawab “Permintaan ketiga tidak dapat aku penuhi; sebab manusia itu baik pejabat terhormat maupun rakyat melarat dalam bidang ilmu sama.” Ibn Jabir menjelaskan “Maka sejak itu putra-putra khalifah hadir dan duduk bersama di majelis taklim; hanya saja di antara mereka dgn orang umum di pasang tirai dgn demikian mereka dapat belajar bersama-sama.”Maka hendaknya para ulama tidak mendatangi para raja dan penguasa tetapi merekalah yg harus dating kepada para ulama. Dan kesamaan derajat dalam ilmu dan pengetahuan ini hendaklah dikembangkan apa yg telah dilakukan Abu Dawud tersebut. Tanggal Wafatnya Setelah mengalami kehidupan penuh berkat yg diisi dgn aktivitas ilmia menghimpun dan menyebarluaskan hadits Abu Dawud meninggal dunia di Basrah yg dijadikannya sebagai tempat tinggal atas permintaan Amir sebagaimana telah diceritakan. Ia wafat pada tanggal 16 Syawwal 275 H/889M. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan ridha-Nya kepadanya. Karya-karyanya
Imam Abu Dawud banyak memiliki karya antara lainKitab AS-Sunnan .Kitab Al-Marasil.Kitab Al-Qadar.An-Nasikh wal-Mansukh.Fada’il al-A’mal.Kitab Az-Zuhd.Dala’il an-Nubuwah.Ibtida’ al-Wahyu.Ahbar al-Khawarij. Di antara karya-karya tersebut yg paling bernilai tinggi dan masih tetap beredar adl kitab Amerika Serikat-Sunnan yg kemudian terkenal dgn nama Sunan Abi Dawud. Kitab Sunan Karya Abu Dawud Metode Abu Dawud dalam Penyusunan Sunan-nya Karya-karya di bidang hadits kitab-kitab Jami’ Musnad dan sebagainya disamping berisi hadits-hadits hokum juga memuat hadits-hadits yg berkenaan dgn amal-amal yg terpuji kisah-kisah nasehat-nasehat adab dan tafsir. Cara demikian tetap berlangsung sampai datang Abu Dawud. Maka Abu Dawud menyusun kitabnya khusus hanya memuat hadits-hadits hukum dan sunnah-sunnah yg menyangkut hukum. Ketika selesai menyusun kitabnya itu kepada Imam Ahmad bin Hanbal dan Ibn Hanbal memujinya sebagai kitab yg indah dan baik. Abu Dawud dalam sunannya tidak hanya mencantumkan hadits-hadits sahih semata sebagaimana yg telah dilakukan Imam Bukhari dan Imam Muslim tetapi ia memasukkan pula kedalamnya hadits sahih hadits hasan hadits dha’if yg tidak terlalu lemah dan hadits yg tidak disepakati oleh para imam utk ditinggalkannya. Hadits-hadits yg sangat lemah ia jelaskan kelemahannya. Cara yg ditempuh dalam kitabnya itu dapat diketahui dari suratnya yg ia kirimkan kepada penduduk Makkah sebagai jawaban atas pertanyaan yg diajukan mereka mengenai kitab Sunannya. Abu Dawud menulis sbb “Aku mendengar dan menulis hadits Rasulullah SAW sebanyak 500.000 buah. Dari jumlah itu aku seleksi sebanyak 4.800 hadits yg kemudian aku tuangkan dalam kitab Sunan ini. Dalam kitab tersebut aku himpun hadits-hadits sahih semi sahih dan yg mendekati sahih. Dalam kitab itu aku tidak mencantumkan sebuah hadits pun yg telah disepakati oleh orang banyak utk ditinggalkan. Segala hadits yg mengandung kelemahan yg sangat kujelaskan sebagai hadits macam ini ada hadits yg tidak sahih sanadnya. Adapun hadits yg tidak kami beri penjelasan sedikit pun maka hadits tersebut bernilai salih dan sebagian dari hadits yg sahih ini ada yg lbh sahih daripada yg lain. Kami tidak mengetahui sebuah kitab sesudah Qur’an yg harus dipelajari selain daripada kitab ini. Empat buah hadits saja dari kitab ini sudah cukup menjadi pegangan bagi keberagaman tiap orang. Hadits tersebut adalah yg artinya Pertama “Segala amal itu hanyalah menurut niatnya dan tiap-tiap or memperoleh apa yg ia niatkan. Karena itu maka barang siapa berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya niscaya hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya pula. Dan barang siapa hijrahnya krn utk mendapatkan dunia atau krn perempuan yg ingin dikawininya maka hijrahnya hanyalah kepada apa yg dia hijrah kepadanya itu.” Kedua “Termasuk kebaikan Islam seseorang ialah meninggalkan apa yg tidak berguna baginya.” Ketiga “Tidaklah seseorang beriman menjadi mukmin sejati sebelum ia merelakan utk saudaranya apa-apa yg ia rela utk dirinya.” Keempat “Yang halal itu sudah jelas dan yg harampun telah jelas pula. Di antara keduanya terdapat hal-hal syubhat yg tidak diketahui oleh banyak orang. Barang siapa menghindari syubhat maka ia telah membersihkan agama dan kehormatan dirinya; dan barang siapa terjerumus ke dalam syubhat maka ia telah terjerumus ke dalam perbuatan haram ibarat penggembala yg menggembalakan ternaknya di dekat tempat terlarang.Ketahuilah sesungguhnya tiap penguasa itu mempunyai larangan. Ketahuilah sesungguhnya larangan Allah adl segala yg diharamkan-Nya. Ingatlah di dalam rumah ini terdapat sepotong daging jika ia baik maka baik pulalah semua tubuh dan jika rusak maka rusak pula seluruh tubuh. Ingatlah ia itu hati.” Demikianlah penegasan Abu Dawud dalam suratnya. Perkataan Abu Dawud itu dapat dijelaskan sebagai berikut Hadits pertama adl ajaran tentang niat dan keikhlasan yg merupakan asas utama bagi semua amal perbuatan diniah dan duniawiah. Hadits kedua merupakan tuntunan dan dorongan bagi ummat Islam agar selalu melakukan tiap yg bermanfaat bagi agama dan dunia.Hadits ketiga mengatur tentang hak-hak keluarga dan tetangga berlaku baik dalam pergaulan dgn orang lain meninggalkan sifat-sifat egoistis dan membuang sifat iri dengki dan benci dari hati masing-masing.Hadits keempat merupakan dasar utama bagi pengetahuan tentang halal haram serta cara memperoleh atau mencapai sifat wara’ yaitu dgn cara menjauhi hal-hal musykil yg samar dan masih dipertentangkan status hukumnya oleh para ulama krn utk menganggap enteng melakukan haram.Dengan hadits ini nyatalah bahwa keempat hadits di atas secara umum telah cukup utk membawa dan menciptakan kebahagiaan. Komentar Para Ulama Mengenai Kedudukan Kitab Sunan Abu Dawud Tidak sedikit ulama yg memuji kitab Sunan ini. Hujatul Islam Imam Abu Hamid al-Ghazali berkata “Sunan Abu Dawud sudah cukup bagi para mujtahid utk mengetahui hadits-hadits ahkam.” Demikian juga dua imam besar An-Nawawi dan Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah memberikan pujian terhadap kitab Sunan ini bahkan beliau menjadikan kitab ini sebagai pegangan utama di dalam pengambilan hokum. Hadits-hadits Sunan Abu Dawud yg Dikritik Imam Al-Hafiz Ibnul Jauzi telah mengkritik beberapa hadits yg dicantumkan oleh Abu Dawud dalam Sunannya dan memandangnya sebagai hadits-hadits maudu’ . Jumlah hadits tersebut sebanyak 9 buah hadits. Walaupun demikian disamping Ibnul Jauzi itu dikenal sebagai ulama yg terlalu mudah memvonis “palsu” namun kritik-kritik telah ditanggapi dan sekaligus dibantah oleh sebagian ahli hadits seperti Jalaluddin Amerika Serikat-Suyuti. Dan andaikata kita menerima kritik yg dilontarkan Ibnul Jauzi tersebut maka sebenarnya hadits-hadits yg dikritiknya itu sedikit sekali jumlahnya dan hampir tidak ada pengaruhnya terhadap ribuan hadits yg terkandung di dalam kitab Sunan tersebut. Karena itu kami melihat bahwa hadits-hadits yg dikritik tersebut tidak mengurangi sedikit pun juga nilai kitab Sunan sebagai referensi utama yg dapat dipertanggungjawabkan keabsahanya. Jumlah Hadits Sunan Abu Dawud Di atas telah disebutkan bahwa isi Sunan Abu Dawud itu memuat hadits sebanyak 4.800 buah hadits. Namun sebagian ulama ada yg menghitungnya sebanyak 5.274 buah hadits. Perbedaan jumlah ini disebabkan bahwa sebagian orang yg menghitungnya memandang sebuah hadits yg diulang-ulang sebagai satu hadits namun yg lain menganggapnya sebagai dua hadits atau lebih. Dua jalan periwayatan hadits atau lbh ini telah dikenal di kalangan ahli hadits. Abu Dawud membagi kitab Sunannya menjadi beberapa kitab dan tiap-tiap kitab dibagi pula ke dalam beberapa bab. Jumlah kitab sebanyak 35 buah di antaranya ada 3 kitab yg tidak dibagi ke dalam bab-bab. Sedangkan jumlah bab sebanyak 1.871 buah bab. Sumber Kitab Hadis Sahih yg Enam Muhammad Muhammad Abu Syuhbah Al-Islam Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
Riwayat Hidup Amirul-Mu'minin Fil-Hadith
Tokoh Islam penghimpun dan penyusun hadith itu banyak, dan yang lebih terkenal di antaranya seperti yang disebut diatas. Adapun urutan pertama yang paling terkenal diantara enam tokoh tersebut di atas adalah Amirul-Mu'minin fil-Hadith (pemimpin orang mukmin dalam hadith), suatu gelar ahli hadith tertinggi. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn al-Mughirah ibn Bardizbah. Abu Abdullah Muhammad ibn Ismail, terkenal kemudian sebagai Imam Bukhari , lahir di Bukhara pada 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M), cucu seorang Persia bernama Bardizbah. Kakeknya, Bardizbah, adalah pemeluk Majusi, agama kaumnya. Kemudian putranya, al-Mughirah, memeluk Islam di bawah bimbingan al-Yaman al Ja'fi, gubernur Bukhara. Pada masa itu Wala dinisbahkan kepadanya. Kerana itulah ia dikatakan "al-Mughirah al-Jafi."
Mengenai kakeknya, Ibrahim, tidak terdapat data yang menjelaskan. Sedangkan ayahnya, Ismail, seorang ulama besar ahli hadith. Ia belajar hadith dari Hammad ibn Zayd dan Imam Malik. Riwayat hidupnya telah dipaparkan oleh Ibn Hibban dalam kitab As-Siqat, begitu juga putranya, Imam Bukhari, membuat biografinya dalam at-Tarikh al-Kabir.
Ayah Bukhari disamping sebagai orang berilmu, ia juga sangat wara' (menghindari yang subhat/meragukan dan haram) dan taqwa. Diceritakan, bahawa ketika menjelang wafatnya, ia berkata: "Dalam harta yang kumiliki tidak terdapat sedikitpun wang yang haram maupun yang subhat." Dengan demikian, jelaslah bahawa Bukhari hidup dan terlahir dalam lingkungan keluarga yang berilmu, taat beragama dan wara'. Tidak hairan jika ia lahir dan mewarisi sifat-sifat mulia dari ayahnya itu.
Ia dilahirkan di Bukhara setelah salat Jum'at. Tak lama setelah bayi yang baru lahr itu membuka matanya, iapun kehilangan penglihatannya. Ayahnya sangat bersedih hati. Ibunya yang saleh menagis dan selalu berdo'a ke hadapan Tuhan, memohon agar bayinya bisa melihat. Kemudian dalam tidurnya perempuan itu bermimpi didatangi Nabi Ibrahim yang berkata:
"Wahai ibu, Allah telah menyembuhkan penyakit putramu dan kini ia sudah dapat melihat kembali, semua itu berkat do'amu yang tiada henti-hentinya."
Ketika ia terbangun, penglihatan bayinya sudah normal. Ayahnya meninggal di waktu dia masih kecil dan meninggalkan banyak harta yang memungkinkan ia hidup dalam pertumbuhan dan perkembangan yang baik. Dia dirawat dan dididik oleh ibunya dengan tekun dan penuh perhatian.
Keunggulan dan kejeniusan Bukhari sudah nampak semenjak masih kecil. Allah menganugerahkan kepadanya hati yang cerdas, pikiran yang tajam dan daya hafalan yang sangat kuat, teristimewa dalam menghafal hadith. Ketika berusia 10 tahun, ia sudah banyak menghafal hadith. Pada usia 16 tahun ia bersama ibu dan abang sulungnya mengunjungi berbagai kota suci. Kemudian ia banyak menemui para ulama dan tokoh-tokoh negerinya untuk memperoleh dan belajar hadith, bertukar pikiran dan berdiskusi dengan mereka. Dalam usia 16 tahun, ia sudah hafal kitab sunan Ibn Mubarak dan Waki, juga mengetahui pendapat-pendapat ahli ra'yi (penganut faham rasional), dasar-dasar dan mazhabnya.
Rasyid ibn Ismail, abangnya yang tertua menuturkan, pernah Bukhari muda dan beberpa murid lainnya mengikuti kuliah dan ceramah cendekiawan Balkh. Tidak seperti murid lainnya, Bukhari tidak pernah membuat catatan kuliah. Ia dicela membuang waktu dengan percuma kerana tidak mencatat. Bukhari diam tidak menjawab. Pada suatu hari, kerana merasa kesal terhadap celaan yang terus-menerus itu, Bukhari meminta kawan-kawannya membawa catatan mereka. Tercenganglah mereka semua kerana Bukhari ternyata hapal di luar kepala 15.000 haddits, lengkap terinci dengan keterangan yang tidak sempat mereka catat.
Pengembaraannya
Tahun 210 H, Bukhari berangkat menuju Baitullah untuk menunaikan ibadah haji, disertai ibu dan saudaranya, Ahmad. Saudaranya yang lebih tua ini kemudian pulang kembali ke Bukhara, sedang dia sendiri memilih Mekah sebagai tempat tinggalnya. Mekah merupakan salah satu pusat ilmu yang penting di Hijaz. Sewaktu-waktu ia pergi ke Madinah. Di kedua tanah suci itulah ia menulis sebahagian karya-karyanya dan menyusun dasar-dasar kitab Al-Jami'as-Shahih dan pendahuluannya.
Ia menulis Tarikh Kabir-nya di dekat makam Nabi s.a.w. dan banyak menulis pada waktu malam hari yang terang bulan. Sementara itu ketiga buku tarikhnya, As-Sagir, Al-Awsat dan Al-Kabir, muncul dari kemampuannya yang tinggi mengenai pengetahuan terhadap tokoh-tokoh dan kepandaiannya bemberikan kritik, sehingga ia pernah berkata bahawa sedikit sekali nama-nama yang disebutkan dalam tarikh yang tidak ia ketahui kisahnya.
Kemudian ia pun memulai studi perjalanan dunia Islam selama 16 tahun. Dalam perjalanannya ke berbagai negeri, hampir semua negeri Islam telah ia kunjungi sampai ke seluruh Asia Barat. Diceritakan bahawa ia pernah berkata: "Saya telah mengunjungi Syam, Mesir, dan Jazirah masing-masing dua kali, ke basrah empat kali, menetap di Hijaz (Mekah dan Madinah) selama enam tahun dan tak dapat dihitung lagi berapa kali saya mengunjungi Kufah dan Baghdad untuk menemui ulama-ulama ahli hadith."
Pada waktu itu, Baghdad adalah ibu kota negara yang merupakan gudang ilmu dan ulama. Di negeri itu, ia sering menemui Imam Ahmad bin Hambal dan tidak jarang ia mengajaknya untuk menetap di negeri tersebut dan mencelanya kerana menetap di negeri Khurasan.
Dalam setiap perjalanannya yang melelahkan itu, Imam Bukhari senantiasa menghimpun hadith-hadith dan ilmu pengetahuan dan mencatatnya sekaligus. Di tengah malam yang sunyi, ia bangun dari tidurnya, menyalakan lampu dan menulis setiap masalah yang terlintas di hatinya, setelah itu lampu di padamkan kembali. Perbutan ini ia lakukan hampir 20 kali setiap malamnya. Ia merawi hadith dari 80.000 perawi, dan berkat ingatannya yang memang super jenius, ia dapat menghapal hadith sebanyak itu lengkap dengan sumbernya.
Kemasyhuran Imam Bukhari
Kemasyhuran Imam Bukhari segera mencapai bahagian dunia Islam yang jauh, dan ke mana pun ia pergi selalu di alu-alukan. Masyarakat hairan dan kagum akan ingatannya yang luar biasa. Pada tahun 250 H. Imam Bukhari mengunjungi Naisabur. Kedatangannya disambut gembira oleh para penduduk, juga oleh gurunya, az-Zihli dan para ulama lainnya.
Imam Muslim bin al-Hajjaj, pengarang kitab as-Shahih Muslim menceritakan: "Ketika Muhammad bin Ismail datang ke Naisabur, aku tidak pernah melihat seorang kepala daerah, para ulama dan penduduk Naisabur memberikan sambutan seperti apa yang mereka berikan kepadanya." Mereka menyambut kedatangannya dari luar kota sejauh dua atau tiga marhalah (± 100 km), sampai-sampai Muhammad bin Yahya az-Zihli berkata: "Barang siapa hendak menyambut kedatangan Muhammad bin Ismail besok pagi, lakukanlah, sebab aku sendiri akan ikut menyambutnya. Esok paginya Muhammad bin Yahya az-Zihli, sebahagian ulama dan penduduk Naisabur menyongsong kedatangan Imam Bukhari, ia pun lalu memasuki negeri itu dan menetap di daerah perkampungan orang-orang Bukhara. Selama menetap di negeri itu, ia mengajarkan hadith secara tetap. Sementara itu, az-zihli pun berpesan kepada para penduduk agar menghadiri dan mengikuti pengajian yang diberikannya. Ia berkata: "Pergilah kalian kepada orang alim yang saleh itu, ikuti dan dengarkan pengajiannya."
Imam Bukhari Difitnah
Tak lama kemudian terjadi fitnah terhadap Imam bukhari atas perbuatan orang-orang yang iri dengki. Mereka meniupkan tuduhannya kepada Imam Bukhari sebagai orang yang berpendapat bahawa "Al-Qur'an adalah makhluk." Hal inilah yang menimbulkan kebencian dan kemarahan gurunya, az-Zihli kepadanya, sehingga ia berkata: "Barang siapa berpendapat lafaz-lafaz Al-Qur'an adalah makhluk, maka ia adalah ahli bid’ahh. Ia tidak boleh diajak bicara dan majlisnya tidak boleh di datangi. Dan barang siapa masih mengunjungi majlisnya, curigailah dia." Setelah adanya ultimatum tersebut, orang-orang mulai menjauhinya.
Pada hakikatnya, Imam Bukhari terlepas dari fitnah yang dituduhkan kepadanya itu. Diceritakan, seorang berdiri dan mengajukan pertanyaan kepadanya: "Bagaimana pendapat Anda tentang lafaz-lafaz Al-Qur'an, makhluk ataukah bukan?" Bukhari berpaling dari orang itu dan tidak mau menjawab kendati pertanyaan itu diajukan sampai tiga kali. Tetapi orang tersebut terus mendesaknya, maka ia menjawab: "Al-Qur'an adalah kalam Allah, bukan makhluk, sedangkan perbuatan manusia adalah makhluk dan fitnah merupakan bid’ah." Yang dimaksud dengan perbuatan manusia adalah bacaan dan ucapan mereka. Pendapat yang dikemukakan Imam Bukhari ini, yakni dengan membedakan antara yang dibaca dengan bacaan, adalah pendapat yang menjadi pegangan para ulama ahli tahqiq dan ulama salaf. Tetapi dengki dan iri adalah buta dan tuli.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahawa Bukhari perbah berkata: "Iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan bisa berkurang. Al-Qur'an adalah kalam Allah, bukan makhluk. Sahabat Rasulullah SAW. yang paling utama adalah Abu Bakar, Umar, Usman kemudian Ali. Dengan berpegang pada keyakinan dan keimanan inilah aku hidup, aku mati dan dibangkitkan di akhirat kelak, insya Allah." Demikian juga ia pernah berkata: "Barang siapa menuduhku berpendapat bahawa lafaz-lafaz Al-Qur'an adalah makhluk, ia adalah pendusta."
Az-Zahli benar-benar telah murka kepadanya, sehingga ia berkata: "Lelaki itu (Bukhari) tidak boleh tinggal bersamaku di negeri ini." Oleh kerana Imam Bukhari berpendapat bahawa keluar dari negeri itu lebih baik, demi menjaga dirinya, dengan hrapan agar fitnah yang menimpanya itu dapat mereda, maka ia pun memutuskan untuk keluar dari negeri tersebut.
Setelah keluar dari Naisabur, Imam Bukhari pulang ke negerinya sendiri, Bukhara. Kedatangannya disambut meriah oleh seluruh penduduk. Untuk keperluan itu, mereka mengadakan upacara besar-besaran, mendirikan kemah-kemah sepanjang satu farsakh (± 8 km) dari luar kota dan menabur-naburkan uang dirham dan dinar sebagai manifestasi kegembiraan mereka. Selama beberapa tahun menetap di negerinya itu, ia mengadakan majlis pengajian dan pengajaran hadith.
Tetapi kemudian badai fitnah datang lagi. Kali ini badai itu datang dari penguasa Bukhara sendiri, Khalid bin Ahmad az-Zihli, walaupun sebabnya timbul dari sikap Imam Bukhari yang terlalu memuliakan ilmu yang dimlikinya. Ketika itu, penguasa Bukhara, mengirimkan utusan kepada Imam Bukhari, supaya ia mengirimkan kepadanya dua buah karangannya, al-Jami' al-Shahih dan Tarikh. Imam Bukhari keberatan memenuhi permintaan itu. Ia hanya berpesan kepada utusan itu agar disampaikan kepada Khalid, bahawa "Aku tidak akan merendahkan ilmu dengan membawanya ke istana. Jika hal ini tidak berkenan di hati tuan, tuan adalah penguasa, maka keluarkanlah larangan supaya aku tidak mengadakan majlis pengajian. Dengan begitu, aku mempunyai alas an di sisi Allah kelak pada hari kiamat, bahawa sebenarnya aku tidak menyembunyikan ilmu." Mendapat jawaban seperti itu, sang penguasa naik pitam, ia memerintahkan orang-orangnya agar melancarkan hasutan yang dapat memojokkan Imam Bukhari. Dengan demikian ia mempunyai alas an untuk mengusir Imam Bukhari. Tak lama kemudian Imam Bukhari pun diusir dari negerinya sendiri, Bukhara.
Imam Bukhari, kemudian mendo'akan tidak baik atas Khalid yang telah mengusirnya secara tidak sah. Belum sebulan berlalu, Ibn Tahir memerintahkan agar Khalid bin Ahmad dijatuhi hukuman, dipermalukan di depan umum dengan menungang himar betina. Maka hidup sang penguasa yang dhalim kepada Imam Bukhari itu berakhir dengan kehinaan dan dipenjara.
Kewafatannya
Imam Bukhari tidak saja mencurahkan seluruh intelegensi dan daya ingatnnya yang luar biasa itu pada karya tulisnya yang terpenting, Shahih Bukhari, tetapi juga melaksanakan tugas itu dengan dedikasi dan kesalehan. Ia selalu mandi dan berdo'a sebelum menulis buku itu. Sebahagian buku tersebut ditulisnya di samping makan Nabi di Madinah.
Imam Durami, guru Imam Bukhari, mengakui keluasan wawasan hadith muridnya ini: "Di antara ciptaan Tuhan pada masanya, Imam Bukharilah agaknya yang paling bijaksana."
Suatu ketika penduduk Samarkand mengirim surat kepada Imam Bukhari yang isinya meminta ia supaya menetap di negeri mereka. Maka kemudian ia pergi untuk memenuhi permohonan mereka. Ketika perjalanannya sampai di Khartand, sebuah dsa kecil yang terletak dua farsakh sebelum Samarkand, dan desa itu terdapat beberapa familinya, ia pun singgah terlebih dahulu untuk mengunjungi mereka. Tetapi di desa itu Imam Bukhari jatuh sakit hingga menemui ajalnya.
Ia wafat pada malam Idul Fitri tahun 256 H. (31 Agustus 870 M), dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Sebelum meninggal dunia, ia berpesan bahawa jika meninggal nanti jenazahnya agar dikafani tiga helai kain, tanpa baju dalam dan tidak memakai sorban. Pesan itu dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat setempat. Jenazahnya dikebumikan lepas dzuhur, hari raya Idul Fitri, sesudah ia melewati perjalanan hidup panjang yang penuh dengan berbagai amal yang mulia. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya.
Guru-gurunya
Pengembaraannya ke berbagai negeri telah mempertemukan Imam Bukhari dengan guru-guru yang berbobot dan dapat dipercaya, yang mencapai jumlah sangat banyak. Diceritakan bahawa dia menyatakan: "Aku menulis hadith yang diterima dari 1.080 orang guru, yang semuanya adalah ahli hadith dan berpendirian bahawa iman adalah ucapan dan perbuatan." Di antara guru-guru besar itu adalah Ali ibn al-Madini, Ahmad ibn Hanbal, Yahya ibn Ma'in, Muhammad ibn Yusuf al-Faryabi, Maki ibn Ibrahim al-Bakhi, Muhammad ibn Yusuf al-Baykandi dan Ibn Rahawaih. Guru-guru yang hadithnya diriwayatkan dalam kitab Shahih-nya sebanyak 289 orang guru.
Keutamaan dan Keistimewaan Imam Bukhari
Kerana kemasyhurannya sebagai seorang alim yang super jenius, sangat banyak muridnya yang belajar dan mendengar langsung hadithnya dari dia. Tak dapat dihitung dengan pasti berapa jumlah orang yang meriwayatkan hadith dari Imam Bukhari, sehingga ada yang berpendapat bahawa kitab Shahih Bukhari didengar secara langsung dari dia oleh sembilan puluh ribu (90.000) orang (Muqaddimah Fathul-Bari, jilid 22, hal. 204). Di antara sekian banyak muridnya yang paling menonjol adalah Muslim bin al-Hajjaj, Tirmidzi, Nasa'i, Ibn Khuzaimah, Ibn Abu Dawud, Muhammad bin Yusuf al-Firabri, Ibrahim bin Ma'qil al-Nasafi, Hammad bin Syakr al-Nasawi dan Mansur bin Muhammad al-Bazdawi. Empat orang yang terakhir ini merupakan yang paling masyhur sebagai perawi kitab Shahih Bukhari.
Dalam bidang kekuatan hafalan, ketazaman pikiran dan pengetahuan para perawi hadith, juga dalam bidang ilat-ilat hadith, Imam Bukhari merupakan salah satu tanda kekuasaan (ayat) dan kebesaran Allah di muka bumi ini. Allah telah mempercayakan kepada Bukhari dan para pemuka dan penghimpun hadith lainnya, untuk menghafal dan menjaga sunah-sunah Nabi kita Muhammad SAW. Diriwayatkan, bahawa Imam Bukhari berkata: "Saya hafal hadith di luar kepala sebanyak 100.000 buah hadith shahih, dan 200.000 hadith yang tidak shahih."
Mengenai kejeniusan Imam Bukhari dapat dibuktikan pada kisah berikut. Ketika ia tiba di Baghdad, ahli-ahli hadith di sana berkumpul untuk menguji kemampuan dan kepintarannya. Mereka mengambil 100 buah hadith, lalu mereka tukar-tukarkan sanad dan matannya (diputar balikkan), matan hadith ini diberi sanad hadith lain dan sanad hadith lain dinbuat untuk matan hadith yang lain pula. 10 orang ulama tampil dan masing-masing mengajukan pertanyaan sebanyak 10 pertanyaan tentang hadith yang telah diputarbalikkan tersebut. Orang pertama tampil dengan mengajukan sepuluh buah hadith kepada Bukhari, dan setiap orang itu selesai menyebutkan sebuah hadith, Imam Bukhari menjawab dengan tegas: "Saya tidak tahu hadith yang Anda sebutkan ini." Ia tetap memberikan jawaban serupa sampai kepada penanya yang ke sepuluh, yang masing-masing mengajukan sepuluh pertanyaan. Di antara hadirin yang tidak mengerti, memastikan bahawa Imam Bukhari tidak akan mungkin mampu menjawab dengan benar pertanyaan-pertanyaan itu, sedangkan para ulama berkata satu kepada yang lainnya: "Orang ini mengetahui apa yang sebenarnya."
Setelah 10 orang semuanya selesai mengajukan semua pertanyaannya yang jumlahnya 100 pertanyaan tadi, kemudian Imam Bukhari melihat kepada penanya yang pertama dan berkata: "Hadith pertama yang anda kemukakan isnadnya yang benar adalah begini; hadith kedua isnadnya yang benar adalah beginii…"
Begitulah Imam Bukhari menjawab semua pertanyaan satu demi satu hingga selesai menyebutkan sepuluh hadith. Kemudian ia menoleh kepada penanya yang kedua, sampai menjawab dengan selesai kemudian menoleh kepada penanya yang ketiga sampai menjawab semua pertanyaan dengan selesai sampai pada penanya yang ke sepuluh sampai selesai. Imam Bukhari menyebutkan satu persatu hadith-hadith yang sebenarnya dengan cermat dan tidak ada satupun dan sedikitpun yang salah dengan jawaban yang urut sesuai dengan sepuluh orang tadi mengeluarkan urutan pertanyaanya. Maka para ulama Baghdad tidak dapat berbuat lain, selain menyatakan kekagumannya kepada Imam Bukhari akan kekuatan daya hafal dan kecemerlangan pikirannya, serta mengakuinya sebagai "Imam" dalam bidang hadith.
Sebahagian hadirin memberikan komentar terhadap "uji cuba kemampuan" yang menegangkan ini, ia berkata: "Yang mengagumkan, bukanlah kerana Bukhari mampu memberikan jawaban secara benar, tetapi yang benar-benar sangat mengagumkan ialah kemampuannya dalam menyebutkan semua hadith yang sudah diputarbalikkan itu secara berurutan persis seperti urutan yang dikemukakan oleh 10 orang penguji, padahal ia hanya mendengar pertanyaan-pertanyaan yang banyak itu hanya satu kali."Jadi banyak pemirsa yang hairan dengan kemampuan Imam Bukhari mengemukakan 100 buah hadith secara berurutan seperti urutannya si penanya mengeluarkan pertanyaannya padahal beliau hanya mendengarnya satu kali, ditambah lagi beliau membetulkan rawi-rawi yang telah diputarbalikkan, ini sungguh luar biasa.
Imam Bukhari pernah berkata: "Saya tidak pernah meriwayatkan sebuah hadith pun juga yang diterima dari para sahabat dan tabi'in, melainkan saya mengetahui tarikh kelahiran sebahagian besar mereka, hari wafat dan tempat tinggalnya. Demikian juga saya tidak meriwayatkan hadith sahabat dan tabi'in, yakni hadith-hadith mauquf, kecuali ada dasarnya yang kuketahui dari Kitabullah dan sunah Rasulullah SAW."
Dengan kedudukannya dalam ilmu dan kekuatan hafalannya Imam Bukhari sebagaimana telah disebutkan, wajarlah jika semua guru, kawan dan generasi sesudahnya memberikan pujian kepadanya. Seorang bertanya kepada Qutaibah bin Sa'id tentang Imam Bukhari, ketika menyatakan : "Wahai para penenya, saya sudah banyak mempelajari hadith dan pendapat, juga sudah sering duduk bersama dengan para ahli fiqh, ahli ibadah dan para ahli zuhud; namun saya belum pernah menjumpai orang begitu cerdas dan pandai seperti Muhammad bin Isma'il al-Bukhari."
Imam al-A'immah (pemimpin para imam) Abu Bakar ibn Khuzaimah telah memberikan kesaksian terhadap Imam Bukhari dengan mengatakan: "Di kolong langit ini tidak ada orang yang mengetahui hadith, yang melebihi Muhammad bin Isma'il." Demikian pula semua temannya memberikan pujian. Abu Hatim ar-Razi berkata: "Khurasan belum pernah melahirkan seorang putra yang hafal hadith melebihi Muhammad bin Isma'il; juga belum pernah ada orang yang pergi dari kota tersebut menuju Iraq yang melebihi kealimannya."
Al-Hakim menceritakan, dengan sanad lengkap. Bahawa Muslim (pengarang kitab Shahih), datang kepada Imam Bukhari, lalu mencium antara kedua matanya dan berkata: "Biarkan saya mencium kaki tuan, wahai maha guru, pemimpin para ahli hadith dan dokter ahli penyakit (ilat) hadith." Mengenai sanjungan diberikan ulama generasi sesudahnya, cukup terwakili oleh perkataan al-Hafiz Ibn Hajar yang menyatakan: "Andaikan pintu pujian dan sanjungan kepada Bukhari masih terbuka bagi generasi sesudahnya, tentu habislah semua kertas dan nafas. Ia bagaikan laut tak bertepi."
Imam Bukhari adalah seorang yang berbadan kurus, berperawakan sedang, tidak terlalu tinggi juga tidak pendek; kulitnya agak kecoklatan dan sedikit sekali makan. Ia sangat pemalu namun ramah, dermawan, menjauhi kesenangan dunia dan cinta akhirat. Banyak hartanya yang disedekahkan baik secara sembunyi maupun terang-terangan, lebih-lebih untuk kepentingan pendidikan dan para pelajar. Kepada para pelajar ia memberikan bantuan dana yang cukup besar. Diceritakan ia pernah berkata: "Setiap bulan, saya berpenghasilan 500 dirham,semuanya dibelanjakan untuk kepentingan pendidikan. Sebab, apa yang ada di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal."
Imam Bukhari sangat hati-hati dan sopan dalam berbicara dan dalam mencari kebenaran yang hakiki di saat mengkritik para perawi. Terhadap perawi yang sudah jelas-jelas diketahui kebohongannya, ia cukup berkata: "Perlu dipertimbangkan, para ulama meninggalkannya atau para ulama berdiam diri tentangnya." Perkataan yang tegas tentang para perawi yang tercela ialah: "Hadithnya diingkari."
Meskipun ia sangat sopan dalam mengkritik para perawi, namun ia banyak meninggalkan hadith yang diriwayatkan seseorang hanya kerana orang itu diragukan. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahawa ia berkata: "Saya meninggalkan 10.000 hadith yang diriwayatkan oleh perawi yang perlu dipertimbangkan, dan meninggalkan pula jumlah yang sama atau lebih, yang diriwayatkan perawi yang dalam pandanganku, perlu dipertimbangkan."
Selain dikenal sebagai ahli hadith, Imam Bukhari juga sebenarnya adalah ahli dalam fiqh. Dalam hal mengeluarkan fatwa, ia telah sampai pada darjat mujtahid mustaqiil (bebas, tidak terikat pendapatnya pada madzhab-madzhab tertentu) atau dapat mengeluarkan hukum secara sendirian. Dia mempunyai pendapat-pendapat hukum yang digalinya sendiri. Pendapat-pendapatnya itu terkadang sejalan dengan madzhab Abu Hanifah, terkadang sesuai dengan Madzhab Syafi'i dan kadang-kadang berbeda dengan keduanya. Selain itu pada suatu saat ia memilih madzhab Ibn Abbas, dan disaat lain memilih madzhab Mujahid dan 'Ata dan sebagainya. Jadi kesimpulannya adalah Imam Bukhari adalah seorang ahli hadith yang ulung dan ahli fiqh yg berijtihad sendiri, kendatipun yang lebih menonjol adalah setatusnya sebagai ahli hadith, bukan sebagai ahli fiqh.
Di sela-sela kesibukannya sebagai seorang alim, ia juga tidak melupakan kegiatan lain yang dianggap penting untuk menegakkan Dinul Islam. Imam Bukhari sering belajar memanah sampai mahir, sehingga dikatakan bahawa sepanjang hidupnya, ia tidak pernah luput dalam memanah kecuali hanya dua kali. Keadaan itu timbul sebagai pengamalan sunah Rasul yang mendorong dan menganjurkan kaum Muslimin belajar menggunakan anak panah dan alat-alat perang lainnya. Tujuannya adalah untuk memerangi musuh-musuh Islam dan mempertahankannya dari kejahatan mereka.
Karya-karya Imam Bukhari
Di antara hasil karya Imam Bukhari adalah sebagai berikut :
• Al-Jami' as-Shahih (Shahih Bukhari).
• Al-Adab al-Mufrad.
• At-Tarikh as-Sagir.
• At-Tarikh al-Awsat.
• At-Tarikh al-Kabir.
• At-Tafsir al-Kabir.
• Al-Musnad al-Kabir.
• Kitab al-'Ilal.
• Raf'ul-Yadain fis-Salah.
• Birril-Walidain.
• Kitab al-Asyribah.
• Al-Qira'ah Khalf al-Imam.
• Kitab ad-Du'afa.
• Asami as-Sahabah.
• Kitab al-Kuna.
Sekilas Tentang Kitab AL-JAMI' AS-SHAHIH (Shahih Bukhari)
Diceritakan, Imam Bukhari berkata: "Aku bermimpi melihat Rasulullah SAW.; seolah-olah aku berdiri di hadapannya, sambil memegang kipas yang kupergunakan untuk menjaganya. Kemudian aku tanyakan mimpi itu kepada sebahagian ahli ta'bir, ia menjelaskan bahawa aku akan menghancurkan dan mengikis habis kebohongan dari hadith Rasulullah SAW. Mimpi inilah, antara lain, yang mendorongku untuk melahirkan kitab Al-Jami' as-Shahih."
Dalam menghimpun hadith-hadith shahih dalam kitabnya, Imam Bukhari menggunakan kaidah-kaidah penelitian secara ilmiah dan sah yang menyebabkan keshahihan hadith-hadithnya dapat dipertanggungjawabkan. Beliau telah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk meneliti dan menyelidiki keadaan para perawi, serta memperoleh secara pasti keshahihan hadith-hadith yang diriwayatkannya. Beliau senantiasa membanding-bandingkan hadith-hadith yang diriwayatkan, satu dengan yang lain, menyaringnya dan memlih has mana yang menurutnya paling shahih. Sehingga kitabnya merupakan batu uji dan penyaring bagi hadith-hadith tersebut. Hal ini tercermin dari perkataannya: "Aku susun kitab Al-Jami' ini yang dipilih dari 600.000 hadith selama 16 tahun." Dan beliau juga sangat hati-hati, hal ini dapat dilihat dari pengakuan salah seorang muridnya bernama al-Firbari menjelaskan bahawa ia mendengar Muhammad bin Isma'il al-Bukhari berkata: "Aku susun kitab Al-Jami' as-Shahih ini di Masjidil Haram, dan tidaklah aku memasukkan ke dalamnya sebuah hadith pun, kecuali sesudah aku memohonkan istikharoh kepada Allah dengan melakukan salat dua rekaat dan sesudah aku meyakini betul bahawa hadith itu benar-benar shahih."
Maksud pernyataan itu ialah bahawa Imam Bukhari mulai menyusun bab-babnya dan dasar-dasarnya di Masjidil Haram secara sistematis, kemudian menulis pendahuluan dan pokok-pokok bahasannya di Rawdah tempat di antara makan Nabi SAW. dan mimbar. Setelah itu, ia mengumpulkan hadith-hadith dan menempatkannya pada bab-bab yang sesuai. Pekerjaan ini dilakukan di Mekah, Madinah dengan tekun dan cermat, menyusunnya selama 16 tahun.
Dengan usaha seperti itu, maka lengkaplah bagi kitab tersebut segala faktor yang menyebabkannya mencapai kebenaran, yang nilainya tidak terdapat pada kitab lain. Kerananya tidak menghairankan bila kitab itu mempunyai kedudukan tinggi dalam hati para ulama. Maka sungguh tepatlah ia mendapat predikat sebagai "Buku Hadith Nabi yang Paling Shahih."
Diriwayatkan bahawa Imam Bukhari berkata: "Tidaklah ku masukkan ke dalam kitab Al-Jami' as-Shahih ini kecuali hadith-hadith yang shahih; dan ku tinggalkan banyak hadith shahih kerana khawatir membosankan."
Kesimpulan yang diperoleh para ulama, setelah mengadakan penelitian secara cermat terhadap kitabnya, menyatakan bahawa Imam Bukhari dalam kitab Shahih-nya selalu berpegang teguh pada tingkat keshahihan yang paling tinggi, dan tidak turun dari tingkat tersebut kecuali dalam beberapa hadith yang bukan merupakan materi pokok dari sebuah bab, seperti hadith mutabi dan hadith syahid, dan hadith-hadith yang diriwayatkan dari sahabat dan tabi'in.
Jumlah Hadith Kitab Al-Jami'as-Shahih (Shahih Bukhari)
Al-'Allamah Ibnus-Salah dalam Muqaddimah-nya menyebutkan, bahawa jumlah hadith Shahih Bukhari sebanyak 7.275 buah hadith, termasuk hadith-hadith yang disebutnya berulang, atau sebanyak 4.000 hadith tanpa pengulangan. Perhitungan ini diikuti oleh Al-"Allamah Syaikh Muhyiddin an-Nawawi dalam kitabnya, At-Taqrib.
Selain pendapat tersebut di atas, Ibn Hajar di dalam muqaddimah Fathul-Bari, kitab syarah Shahih Bukhari, menyebutkan, bahawa semua hadith shahih mawsil yang termuat dalam Shahih Bukhari tanpa hadith yang disebutnya berulang sebanyak 2.602 buah hadith. Sedangkan matan hadith yang mu'alaq namun marfu', yakni hadith shahih namun tidak diwasalkan (tidak disebutkan sanadnya secara sambung-menyambung) pada tempat lain sebanyak 159 hadith. Semua hadith Shahih Bukhari termasuk hadith yang disebutkan berulang-ulang sebanyak 7.397 buah. Yang mu'alaq sejumlah 1.341 buah, dan yang mutabi' sebanyak 344 buah hadith. Jadi, berdasarkan perhitungan ini dan termasuk yang berulang-ulang, jumlah seluruhnya sebanyak 9.082 buah hadith. Jumlah ini diluar haits yang mauquf kepada sahabat dan (perkataan) yang diriwayatkan dari tabi'in dan ulama-ulama sesudahnya
Sahabat, Usaid bin Hudhair
Rasulullah berkata: "Para Malaikat itu sedang mendengarkan bacaanmu wahai Usaid, andaikan kamu melanjutkan bacaanmu pasti manusia akan melihat para malaikat yang sebelumnya terhalang pandangan mereka dari para Malaikat"
Pada permulaan perkembangan Islam Rasulullah mengutus para sahabatnya untuk menyebarkan agama Islam supaya agama yang mulia dapat dikenal dan diterima oleh segala pihak di kalangan masyarakat.
Diantara yang mendapat mandat tugas dari Rasulullah yaitu Mus'ab bin Umair. Beliau diperintah Nabi SAW untuk menyebarkan agama Islam dan memberi kabar gembira kepada siapa saja yang masuk Islam. Daerah tempat Mus'ab bin Umair menjalankan tugasnya di kota Yatsrib ( Madinah Munawwaroh).
Setiba di Yatsrib, Mus'ab bin Umair langsung menuju rumah As'ad bin Zurarah salah satu pembesar kaum Khazraj dan tinggal disana. Maka mulai beliau berdakwah menyerukan kejalan yang terang benderang dibawah bendera Tauhid. Salah satu metode da'wah yang digunakan Mus'ab dengan mengumpulkan para pemuda Yatsrib untuk mendengarkan nasehat-nasehatnya, memang tidak salah lagi Mus'ab bin Umair terkenal dengan keindahan susunan kata-katanya, mahir dalam mengutarakan pendapat, sosok pemuda berakhlaq terpuji dan tercermin dalam wajahnya cahaya-cahaya keimanan. Pada saat itulah para pemuda Yatsrib berbondong-bondong untuk mendengarkan nasehat dan ajakan Mus'ab bin Umair.
Dan disetiap perkumpulan tidak lupa dalam benak Mus'ab untuk melantunkan ayat suci Al-quran dengan suara yang sangat indah nan manis yang dapat melunakkan hati-hati yang keras dan mengalirkan air mata para pendengar. Tidak sedikit para kaum Yatsrib masuk agama Islam setelah mendengar bacaan Qur'an Mus'ab bin Umair.
Pada suatu hari Mus'ab bin Umair keluar untuk berdakwah ditemani As'ad bin Zurarah menuju bani Abdi Asyhal. Masuklah keduanya kesebuah kebun bani Abdi Ayshal dan keduanya pun duduk dibawah naungan pohon kurma. Tidak selang lama para manusia telah memenuhi lataran kebun untuk mendengarkan nasehat Mus'ab, bahkan banyak dari mereka masuk Islam seketika itu. Kabar tersebut tersebar dari telinga ke telinga dan sampailah berita itu ke telinga Usaid bin Hudhair dan Sa'ad bin Mu'adz kedua pemimpin bani Aus yang saat itu belum masuk Islam.
Berkata Sa'adz bin Mu'adz kepada temannya Usaid bin Hudhair:”Bagaimana pendapatmu wahai Usaid, pergilah ke pemuda itu yang tiba-tiba datang ke daerah kita untuk mengelabuhi para kaum-kaum lemah dari kita dan menghina para tuhan kita, cegahlah dia dan ancamlah supaya pergi dari kota kita hari ini juga sekalipun dia dalam perlindungan As'ad bin Zurarah”
Berangkatlah Usaid disertai para pasukan perang menuju kebun dimana Mus'ab berdakwah. Tatkala As'ad bin Zurarah melihat rombongan Usaid mendekati jama'ah Mus'ab, berkatalah As'ad kepada Mus'ab:”Celaka Wahai Mus'ab, ini adalah pimpinan kaum kami, orangnya sangat cerdas dan cerdik, namanya Usaid bin Hudhair. Tetapi jika dia masuk Islam pasti akan banyak sekali orang-orang yang masuk Islam dikarenakannya, maka hendaklah kamu bersikap baik kepadanya”. Maka berhentilah Usaid diantara para jama'ah dan menoleh kepada Mus'ab dan sahabatnya seraya berkata”Atas dasar apa kamu datang ke kota kami dan mengelabuhi para kaum lemah kami, pergilah! Sebelum aku bertindak. Dengan tegap Mus'ab Usaid menoleh dengan wajah yang dipenuhi cahaya-cahaya keimanan, dan berkatalah Mus'ab dengan grematika bahasa yang mengesankan”Wahai pemimpin kaum, Apakah kamu menginginkan kebaikan?”, seraya menjawab Usaid”Apakah itu?”. Mus'ab balas menjawab”Duduklah bersama kami dan dengarkan apa yang kami sampaikan, jika kamu senang apa yang aku sampaikan maka terimalah, jika tidak aku akan pergi dari kalian dan aku tidak akan kembali lagi”, Usaid Berkata”Kalau memang begitu baiklah”. Maka Usaid meletakkan busur panahnya dan duduk didepan Mus'ab. Mulailah Mus'ab menyebut kebenaran-kebenaran Islam dan membaca sebagian dari ayat-ayat Al-quran, tatkala Mus'ab melantunkan ayat-ayat suci Al-quran maka berdirilah bulu kuduk Usaid, terpancar dalam wajahnya nada kegembiraan seraya berkata”Alangkah Indahnya apa yang kamu baca tadi!, bagaimana caranya jika aku masuk Islam?”. Secara spontan Mus'ab menjawab” Mandilah dan bersihkan bajumu, kemudian bacalah Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Aku bersaksi sesungguhnya Nabi Muhammad utusan Allah kemudian shalatlah dua raka'at!”. Maka Mus'ab pun berdiri, berjalan menuju sumur dan bersuci dengan air sumur itu dan mengucapkan kalimat Syahadat dan diteruskan dengan shalat dua raka'at.
Sempurnalah Islam di Madinah dengan Islamnya Usaid, tidak lama kemudian Sa'ad bin Muadz pun menyusul ikut masuk Islam dikarenakannya. Dengan Islamnya kedua pemimpin tersebut menjadi sebab gencar-gencarnya para kaum Aus masuk Islam bagai air hujan yang turun dengan derasnya. Yang mana setelah itu kota Madinah menjadi tempat hijrahnya Nabi SAW dan kota sentral dalam mengatur pemerintahan, juga tempat kekuatan untuk mendirikan dan menyebarkan Islam.
Sejak pertama kali mendengar Al-quran dari Mus'ab, Usaid menjadikan hobinya untuk membaca Al-quran. Bahkan hari-harinya tidak lepas dari bacaan Quran setiap detakan jantung, dan Usaid pun terkenal dengan kegigihannya dalam medan perang. Usaid mempunyai suara yang dapat membuat jantung lepas jika orang mendengarkan suaranya. Bahkan para sahabat Nabi SAW berdesak-desakkan ketika Usaid membaca Al-quran. Dia lebih memperindah bacaannya ketika tengah malam tiba, ketika mata manusia lelap dalam anganannya.
Pada suatu tengah malam Usaid duduk ditempat ibadahnya sedangkan anaknya duduk disampingnya dan kudanya yang akan disiapkan untuk jihad terikat tidak jauh darinya. Saat itu keadaan malam tenang nan sejuk, bintang-bintang seakan-akan akan jatuh ke bumi, maka timbullah keinginan Usaid untuk menghiasi keadaan yang sejuk ini dengan wangi-wangian Quran. Mulailah Usaid membaca permulaan surah Al-Baqarah dengan suara yang merdu dan indah. Tiba-tiba kudanya berputar-putar bergerak dengan kerasnya sampai-sampai tali untuk mengikatnya hampir lepas, kemudian Usaid menghentikan bacaannya seketika itu kudanya pun ikut diam dan tenang, kemudian Usaid mengulangi bacaannya dan bergeraklah sangat keras kudanya kali kedua bahkan lebih dari yang awal, maka Usaid menghentikan dari bacaanya dan seketika itu kudanya pun ikut tenang. Maka Usaid mengulangi perbuatan tersebut berulang-ulang. Maka Usaid kasihan akan anaknya jika terbangun dari tidurnya lalu dia berjalan menuju kudanya. Tatkala berjalan, Usaid melihat ke langit dan melihat awan berjejer dilangit, seperti payung yang sangat besar. Dan disampingnya terlihat seperti susunan cahaya yang menerangi seluruh permukaan langit, sampai-sampai Usaid naik ke tangga rumah untuk melihat yang hal menakjubkan ini hingga hilang dari pandangannya. Tidak pernah dilihat kejadian yang aneh ini oleh mata manusia sama sekali. Ketika waktu pagi tiba, bersegeralah Usaid menuju Rasulullah dan menceritakan apa yang terjadi pada dirinya semalam. Maka Rasulullah berkata kepada Usaid” Para Malaikat itu sedang mendengarkan bacaanmu wahai Usaid, andaikan kamu melanjutkan bacaanmu pasti manusia akan melihat para malaikat yang sebelumnya terhalang pandangan mereka dari para Malaikat”
Usaid mempunyai kenginan yang kuat sekali agar tubuhnya dapat bersentuhan langsung dengan tubuh Nabi SAW, dan hal itu terbukti tatkala Rasulullah meluruskan sahabatnya dalam medan perang, pada salah satu safnya ada yang tidak rata, maka Rasulullah meluruskannya dengan tongkatnya. Dan salah satu sahabat yang terkena tongkat Rasulullah adalah Usaid. Pada suatu kesempatan Usaid berkata kepada Rasulullah”Engkau telah melukai aku”, Rasulullah menjawab”Balaslah aku wahai Usaid”, Usaid menjawab”Sekarang engkau memakai Qamis(baju) dan pada waktu itu aku tanpa memakai baju”. Maka Rasululah melepas Qamisnya, tiba-tiba Usaid merangkul Rasulullah dan mencium diantara ketiak dan perut Rasulullah seraya berkata”Demi ayah dan ibuku wahai Rasulullah, ini adalah kesempatan yang aku inginkan sejak aku mengenalmu, dan sekarang telah terkabul keinginanku”. Dan Rasulullah membalas cintanya sahabat Usaid, bahkan diceritakan pada waktu perang Uhud Rasulullah terkena tujuh luka di diri Rasulullah demi menjaga sahabat Usaid.Alangkah indahnya kehidupan pada saat itu.
Usaid meninggal di masa khilafah Umar bin Khattab, dan telah didapati padanya hutang sebesar empat ribu dirham. Para keluarga Usaid pun sepakat untuk menjual tanah miliknya untuk melunasi hutangnya tersebut. Tatkala Umar mengetahui hal itu maka Umar berkata”Tidak aku tinggalkan untuk saudaraku Usaid sebuah tanggungan kepada manusia”, seketika itu Umar pun mengumpulkan para orang-yang pernah dihutangi Usaid untuk musyawarah, yang akhirnya mereka rela dan ridha untuk membeli hasil dari tanah Usaid selama empat tahun dan setiap tahunnya seribu dirham.
Itulah sosok sahabat Usaid yang patut kita meniru kepribadian dan kesehariannya beliau, dimana waktu-waktu beliau dipenuhi dengan beribadah, berjuang dan lebih-lebih mulutnya yang basah dengan wangi-wangian Al-quran. Semoga Allah membalas jasa-jasa beliau dunia dan akherat.Amin
20 Amalan Murah Rezeki
Amalan-amalan ini menjadi sebab Allah limpahi hamba-Nya dengan keluasan rezeki dan rasa kaya dengan pemberian-Nya.
Berdasarkan konsep rezeki yang telah diperkatakan, Allah memberi jalan buat setiap hamba-Nya untuk memperolehi rezeki dalam pelbagai bentuk yang boleh menjadi punca kebaikan dunia dan akhirat. Di antaranya:
1. Menyempatkan diri beribadah
Allah tidak sia-siakan pengabdian diri hamba-Nya, seperti firman-Nya dalam hadis qudsi: “Wahai anak Adam, sempatkanlah untuk menyembah-Ku maka Aku akan membuat hatimu kaya dan menutup kefakiranmu. Jika tidak melakukannya maka Aku akan penuhi tanganmu dengan kesibukan dan Aku tidak menutup kefakiranmu.” (Riwayat Ahmad, Tirmizi, Ibnu Majah dan al-Hakim dari Abu Hurairah r.a.)
2. Memperbanyak istighfar Istighfar adalah rintihan dan pengakuan dosa seorang hamba di depan Allah, yang menjadi sebab Allah jatuh kasih dan kasihan pada hamba-Nya lalu Dia berkenan melapangkan jiwa dan kehidupan si hamba. Sabda Nabi s.a.w.: “Barang siapa memperbanyak istighfar maka Allah s.w.t akan menghapuskan segala kedukaannya, menyelesaikan segala masalahnya dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka.” (Riwayat Ahmad, Abu Daud, an-Nasa’i, Ibnu Majah dan al-Hakim dari Abdullah bin Abbas r.a.)
3. Tinggalkan perbuatan dosa
Istighfar tidak laku di sisi Allah jika masih buat dosa. Dosa bukan saja membuat hati resah malah menutup pintu rezeki. Sabda Nabi s.a.w.: “… dan seorang lelaki akan diharamkan baginya rezeki kerana dosa yang dibuatnya.” (Riwayat at-Tirmizi)
4. Sentiasa ingat Allah
Banyak ingat Allah buatkan hati tenang dan kehidupan terasa lapang. Ini rezeki yang hanya Allah beri kepada orang beriman. Firman-Nya: “(iaitu) orang-orang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingati Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah hati menjadi tenteram.” (Ar-Ra’d: 28)
5. Berbakti dan mendoakan ibu bapaDalam hadis riwayat Imam Ahmad, Rasulullah s.a.w. berpesan agar siapa yang ingin panjang umur dan ditambahi rezekinya, hendaklah berbakti kepada ibu bapanya dan menyambung tali kekeluargaan. Baginda s.a.w. juga bersabda: “Siapa berbakti kepada ibu bapanya maka kebahagiaanlah buatnya dan Allah akan memanjangkan umurnya.” (Riwayat Abu Ya’ala, at-Tabrani, al-Asybahani dan al-Hakim)Mendoakan ibu bapa juga menjadi sebab mengalirnya rezeki, berdasarkan sabda Nabi s.a.w.: “Apabila hamba itu meninggalkan berdoa kepada kedua orang tuanya nescaya terputuslah rezeki (Allah) daripadanya.” (Riwayat al-Hakim dan ad-Dailami)
6. Berbuat baik dan menolong orang yang lemah
Berbuat baik kepada orang yang lemah ini termasuklah menggembirakan dan meraikan orang tua, orang sakit, anak yatim dan fakir miskin, juga isteri dan anak-anak yang masih kecil. Sabda Nabi s.a.w.: “Tidaklah kamu diberi pertolongan dan diberi rezeki melainkan kerana orang-orang lemah di kalangan kamu.” (Riwayat Bukhari)
7. Tunaikan hajat orang lain
Menunaikan hajat orang menjadi sebab Allah lapangkan rezeki dalam bentuk tertunainya hajat sendiri, seperti sabda Nabi s.a.w.: “Siapa yang menunaikan hajat saudaranya maka Allah akan menunaikan hajatnya…” (Riwayat Muslim)
8. Banyak berselawat
Ada hadis yang menganjurkan berselawat jika hajat atau cita-cita tidak tertunai kerana selawat itu dapat menghilangkan kesusahan, kesedihan, dan kesukaran serta meluaskan rezeki dan menyebabkan terlaksananya semua hajat. Wallahu a’lam.
9. Buat kebajikan banyak-banyak
Ibnu Abbas berkata: “Sesungguhnya kebajikan itu memberi cahaya kepada hati, kemurahan rezeki, kekuatan jasad dan disayangi oleh makhluk yang lain. Manakala kejahatan pula boleh menggelapkan rupa, menggelapkan hati, melemahkan tubuh, sempit rezeki dan makhluk lain mengutuknya.”
10. Berpagi-pagi Menurut Rasulullah s.a.w., berpagi-pagi (memulakan aktiviti harian sebaik-baik selesai solat Subuh berjemaah) adalah amalan yang berkat.
11. Menjalin silaturrahim Nabi s.a.w. bersabda: “Barang siapa ingin dilapangkan rezekinya dan dilambatkan ajalnya maka hendaklah dia menghubungi sanak-saudaranya.” (Riwayat Bukhari)
12. Melazimi kekal berwuduk Seorang Arab desa menemui Rasulullah s.a.w. dan meminta pedoman mengenai beberapa perkara termasuk mahu dimurahkan rezeki oleh Allah. Baginda s.a.w. bersabda: “Sentiasalah berada dalam keadaan bersih (dari hadas) nescaya Allah akan memurahkan rezeki.” (Diriwayatkan daripada Sayidina Khalid al-Walid)
13. Bersedekah
Sedekah mengundang rahmat Allah dan menjadi sebab Allah buka pintu rezeki. Nabi s.a.w. bersabda kepada Zubair bin al-Awwam: “Hai Zubair, ketahuilah bahawa kunci rezeki hamba itu ditentang Arasy, yang dikirim oleh Allah azza wajalla kepada setiap hamba sekadar nafkahnya. Maka siapa yang membanyakkan pemberian kepada orang lain, nescaya Allah membanyakkan baginya. Dan siapa yang menyedikitkan, nescaya Allah menyedikitkan baginya.” (Riwayat ad-Daruquthni dari Anas r.a.)
14. Melazimi solat malam (tahajud)
Ada keterangan bahawa amalan solat tahajjud memudahkan memperoleh rezeki, menjadi sebab seseorang itu dipercayai dan dihormati orang dan doanya dimakbulkan Allah.
15. Melazimi solat Dhuha Amalan solat Dhuha yang dibuat waktu orang sedang sibuk dengan urusan dunia (aktiviti harian), juga mempunyai rahsia tersendiri. Firman Allah dalam hadis qudsi: “Wahai anak Adam, jangan sekali-kali engkau malas mengerjakan empat rakaat pada waktu permulaan siang (solat Dhuha), nanti pasti akan Aku cukupkan keperluanmu pada petang harinya." (Riwayat al-Hakim dan Thabrani)
16. Bersyukur kepada AllahSyukur ertinya mengakui segala pemberian dan nikmat dari Allah. Lawannya adalah kufur nikmat. Allah berfirman: "Demi sesungguhnya! Jika kamu bersyukur, nescaya Aku tambahi nikmat-Ku kepadamu, dan demi sesungguhnya jika kamu kufur, sesungguhnya azab-Ku amat keras." (Ibrahim: 7) Firman-Nya lagi: “… dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (Ali Imran: 145)
17. Mengamalkan zikir dan bacaan ayat Quran tertentu
Zikir dari ayat-ayat al-Quran atau asma’ul husna selain menenangkan, menjenihkan dan melunakkan hati, ia mengandungi fadilat khusus untuk keluasan ilmu, terbukanya pintu hidayah, dimudahkan faham agama, diberi kemanisan iman dan dilapangkan rezeki. Misalnya, dua ayat terakhir surah at-Taubah (ayat 128-129) jika dibaca secara konsisten tujuh kali setiap kali lepas solat, dikatakan boleh menjadi sebab Allah lapangkan kehidupan dan murahkan rezeki. Salah satu nama Allah, al-Fattah (Maha Membukakan) dikatakan dapat menjadi sebab dibukakan pintu rezeki jika diwiridkan selalu; misalnya dibaca “Ya Allah ya Fattah” berulang-ulang, diiringi doa: “Ya Allah, bukalah hati kami untuk mengenali-Mu, bukalah pintu rahmat dan keampunan-Mu, ya Fattah ya 'Alim.” Ada juga hadis menyebut, siapa amalkan baca surah al-Waqi’ah setiap malam, dia tidak akan ditimpa kepapaan. Wallahu a’lam.
18. Berdoa
Berdoa menjadikan seorang hamba dekat dengan Allah, penuh bergantung dan mengharap pada rahmat dan pemberian dari-Nya. Dalam al-Quran, Allah suruh kita meminta kepada-Nya, nescaya Dia akan perkenankan.
19. Berikhtiar sehabisnya
Siapa berusaha, dia akan dapat. Ini sunnatullah. Dalam satu hadis sahih dikatakan bahawa Allah berikan dunia kepada orang yang dicintai-Nya dan yang tidak dicintai-Nya, tapi agama hanya Allah beri kepada orang yang dicintai-Nya saja. (Riwayat Ahmad, Ibnu Abi Syaibah dan al-Hakim) Bagi orang beriman, tentulah dia perlu mencari sebab-sebab yang boleh membawa kepada murah rezeki dalam skop yang luas. Misalnya, hendak tenang dibacanya Quran, hendak dapat anak yang baik dididiknya sejak anak dalam rahim lagi, hendak sihat dijaganya pemakanan dan makan yang baik dan halal, hendak dapat jiran yang baik dia sendiri berusaha jadi baik, hendak rezeki berkat dijauhinya yang haram, dan sebagainya.
• Bertawakal
Dengan tawakal, seseorang itu akan direzekikan rasa kaya dengan Allah. Firman-Nya: “Barang siapa bertawakal kepada Allah, nescaya Allah mencukupkan (keperluannya).” (At-Thalaq: 3)
• Nabi s.a.w. bersabda: “Seandainya kamu bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, nescaya kamu diberi rezeki seperti burung diberi rezeki, ia pagi hari lapar dan petang hari telah kenyang.” (Riwayat Ahmad, at-Tirmizi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, al-Hakim dari Umar bin al-Khattab r.a.)
Kesemua yang disebut di atas adalah amalan-amalan yang membawa kepada takwa. Dengan takwa, Allah akan beri “jalan keluar (dari segala perkara yang menyusahkan), dan memberinya rezeki dari jalan yang tidak terlintas di hatinya.” (At-Talaq: 2-3)
Pendek kata, bagi orang Islam, untuk murah rezeki dalam ertikata yang sebenarnya, kuncinya adalah buat amalan-amalan takwa. Amalan-amalan ini menjadi sebab jatuhnya kasih sayang Allah, lalu Allah limpahi hamba-Nya dengan keluasan rezeki dan rasa kaya dengan pemberian-Nya.
Kayu Siwak Vs Berus Gigi
Kayu Siwak Vs Berus Gigi
Author: gotabligh // Category: Artikel Tabligh
Sumber: http://fikirdanrisau.blogspot.cm/ (Diterjemahkan dalam bahasa Indonesia)
Baru-baru ini saya telah membaca majalah SOLUSI volume 2 yang mengritik hebat kayu siwak dan minyak zaitun yang ditulis oleh saudara kita se-Islam. Dalam penulisannya saudara tersebut menjelaskan bahwa kalau hendak mengamalkan sunnah perlu mengikuti zaman. Tergerak hati saya untuk membahas isu ini. Walau bagaimanapun, disini saya bukan untuk membuat fatwa atau hukum, tetapi lebih didasarkan kepada opini dan kajian-kajian yang telah ada. Segala kritik dan saran yang baik mengenai posting ini sangat penting bagi saya.
Sebelum itu, saya sajikan kelebihan bersiwak sebagaimana yang terdapat dalam banyak hadits.
Fadhilah Miswak (Kayu Siwak):
“Menggunakan miswak menjadikan satu asbab kemudahan dalam sakaratul maut. Selalu menggunakannya akan memudahkan roh keluar dari jasad apabila waktu yang ditetapkan itu tiba.” (Syarhus-Sudur)
‘Aisyah r.ha. berkata bahwa: “Miswak (penggunaan secara tetap) dapat menyembuhkan penyakit kecuali mati.” (Dilaporkan oleh Dailami di dalam Firdaus)
“Empat perkara yang menambahkan kecerdasan yaitu meninggalkan percakapan sia-sia, menggunakan miswak, duduk di dalam majlis orang-orang soleh, dan duduk di dalam majlis para ulama”. (Thibbi Nabawi)
Allamah Ibn Dariq rah.a berkata, “Kebaikan yang terkandung di dalam penggunaan miswak selepas bangun dari tidur ialah ketika tidur uap busuk naik dari perut ke arah mulut. Hal ini mengakibatkan bau busuk di dalam mulut dan juga berubahnya indera perasa atau kecapan. Penggunaan miswak akan menghilangkan bau busuk tersebut dan memperbaiki perubahan yang terjadi pada indera perasa tersebut.”
Ali r.a. berkata bahawa: “Miswak mempertajamkan ingatan.”
Subhanallah, Maha suci Allah… sungguh indah dan sempurna agama yang diturunkan-Nya, sungguh mulia hukum-hukum yang disyariatkan-Nya, karena tak ada satupun dari apa-apa yang diturunkan-Nya dan apa-apa yang diciptakan-Nya kecuali pasti ada manfaat dan hikmahnya. Kesempurnaan Islam ini benar-benar tiada bandingannya dibandingkan agama-agama lainnya. Diantara kesempurnaan Islam adalah syariat bagi ummatnya untuk menjaga kebersihan dan kesehatan, seperti kewajiban istinja’ setelah buang air, mandi janabat setelah junub, bahkan banyak sekali hikmah-hikmah syariat yang tersingkap dalam ajaran Islam yang telah dibuktikan oleh sains modern, seperti khasiat madu, habbatus sauda’ (jinten hitam), minyak zaitun hingga ‘si kayu ajaib’ siwak yang bermanfaat bagi kesihatan gigi dan gusi.
Setelah kedatangan Islam, Rasulullah SAW. menetapkan penggunaan siwak sebagai sunnah beliau yang sangat dianjurkan, bahkan beliau bersabda : “Seandainya tidak memberatkan ummatku, maka aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap akan wudhu” (Muttafaq ‘alaihi). Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW. adalah orang pertama yang mendidik manusia dalam memelihara kesehatan gigi. …
Secara logika, kayu siwak lebih mudah dibawa kemana-mana dibandingkan sikat gigi. Hanya diletakkan dalam saku dan tidak memerlukan pasta gigi. Malah beberapa zat vitamin yang Allah SWT. beri terdapat pada kayu siwak. Kita digalakkan untuk bersikat gigi setiap kali hendak sholat, tetapi apakah kita sanggup bawa sikat gigi dan pasta gigi dalam saku kita kemana sahja kita pergi? Memang tidak pernah saya lihat seseorang berbuat semacam itu, tetapi sangat mudah jika bawa kayu siwak yang memang banyak kelebihannya.
Malah jika kita perhatikan zaman sekarang, pasta gigi kadang-kadang yang tidak jelas kehalalannya mempunyai banyak bahan kimia yang berbahaya. Memang cukup pelik bagi kita untuk meneliti sumber yang haram yang terkandung dalam pasta gigi. Tidak dinafikan juga terdapat pasta gigi yang halal seperti keluaran perusahaan tertentu atau yang bersertifikat halal dari MUI. Namun jika kita menggunakan kayu siwak dijamin halal 100% karena sumbernya murni dari tumbuhan yang diciptakan oleh Allah SWT. Berdasarkan pengalaman penulis yang selalu menggunakan kayu siwak, apabila kita hendak sholat, lidah kita akan menjadi ringan dan lembut untuk melafadzkan bacaan ayat al-Quran dan dzikir. Subhanallah. Sangat nikmat rasanya jika dibandingkan setelah menggunakan pasta gigi dan sikat gigi.
Kepada yang hendak menggunakan kayu siwak tetapi malu atau tidak tahu menggunakannya maka disarankan kita keluar jalan Allah SWT. InsyaAllah akan diberikan kekuatan untuk mengatasi perasaan malu untuk melakukan kebaikan dan amal sunnah. InsyaAllah kita semua sedia! (Tasykil…)
Tahukah anda bahwa bersiwak itu penting dalam Islam?
Ibn Umar r.a. berkata: Rasulullah SAW. bersabda, “Jadikan bersiwak itu satu amalan, karena yang demikian (bersiwak) itu menyehatkan mulut dan merupakan sesuatu yang disukai Yang Maha Pencipta” ( Hadis Riwayat Al-Bukhari ).
Daripada Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah SAW. bersabda: “Kalau tidak menyusahkan umatku niscaya aku menyuruh mereka bersiwak setiap kali hendak menunaikan sholat” (Hadis Riwayat Al-Bukhari).
Proses pencemaran proton pada gigi
Gigi yang tercemar menjadikan ia mudah menarik logam berat dan bahan berasam untuk melekat kepadanya. Bahan ini akan melekat pada dinding gigi dan membentuk plak (plaque). Plak akan menebal dan menjadi keras. Plak ini tidak bisa dibersihkan secara fisik seperti mencongkel, menggosok gigi dengan sikat gigi dengan pasta gigi dan sebagainya.
Proses Gigi Mendapat Elektron
Gigi yang menerima elektron akan mempunyai getaran asal yang tidak menerima benda asing melekat kepadanya. Ia juga berusaha untuk mengawal aktivitas biotik dan terhindar dari terjangkit kuman. Oleh karena itu, gigi yang disosok dengan kayu siwak (kayu sugi /malaysia) mempunyai kemampuan untuk menanggalkan plak lebih baik daripada menyungkil atau menyikat. Walaupun anda hanya menggosok beberapa gigi saja, elektron akan tersebar ke gigi lain yang bersebelahan apabila gigi tersebut bersentuhan atau rapat.
Plak dibagian belakang gigi juga akan tertanggal walaupun tidak dicapai oleh kayu siwak. Dengan hanya menggosok dibagian depan gigi, bagian belakangnya juga turut mendapat elektron yang membantu menanggalkan plak dengan sendiri, insyaAllah.
Oleh karena itu, menggosok tidak perlu mencapai keseluruh permukaan gigi termasuk gigi belakang dan geraham belakang. Kecuali jika terdapat renggangan gigi, maka gigi yang renggang tersebut perlu digosok karena elektron tidak mengalir dengan sempurna dari gigi depan.
Berus Gigi Linen atau Plastik
Terdapat berbagai jenis sikat atau pembersih gigi di pasaran. Begitu juga dengan pasta gigi. Mereka membuat berbagai teknik dan rekayasa. Diantara teknik yang digunakan ialah seperti mesin getar, mesin yang memutar sikat, pengurut gusi dari getah, pembersih lidah dan sebagainya. Berdasarkan kajian saintifik, menyikat dengan berbagai cara menggunakan sikat linen atau plastik walaupun sikat tersebut dibuat dengan berbagai bentuk yang canggih, sebenarnya tidak akan membantu membersihkan menanggalkan plak dengan sempurna.
Sikat yang dibuat dari linen atau plastik amat mudah memerangkap bakteri. Itulah sebabnya persatuan dokter gigi menyarankan agar sikat gigi diganti setiap DUA bulan sekali! Mungkin anda lihat sikat gigi tersebut masih baru dan belum rusak atau sikatnya masih keras, tetapi ia sudah membahayakan kesehatan gigi.
Kerisauan yang berdasar..
Di pasaran dunia dan Malaysia khususnya (termasuk Indonesia) terjadi lonjakan barangan keperluan yang dibuat dari sumber yang haram dan beracun. Berdasarkan pada Panduan Halal Haram yang di keluarkan oleh Consumer Association of Penang (2006),
Riwayat hidup Imam Shafie
RIWAYAT HIDUP IMAM AL-SHAFI’I
PENGENALAN
Nama dan Keturunan Imam Al-Shafi’i
Nama beliau ialah Muhammad bin Idris bin Al-‘Abbas bin ‘Uthman bin Shafi’ bin Al-Saib bin ‘Ubaid bin Yazid bin Hashim bin ‘Abd al-Muttalib bin ’Abd Manaf bin Ma’n bin Kilab bin Murrah bin Lu’i bin Ghalib bin Fahr bin Malik bin Al-Nadr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrakah bin Ilias bin Al-Nadr bin Nizar bin Ma’d bin ‘Adnan bin Ud bin Udad.
Keturunan beliau bertemu dengan titisan keturunan Rasulullah s.a.w pada ‘Abd Manaf. Ibunya berasal dari Kabilah Al-Azd, satu kabilah Yaman yang masyhur.
Penghijrahan ke Palestine
Sebelum beliau dilahirkan, keluarganya telah berpindah ke Palestine kerana beberapa keperluan dan bapanya terlibat di dalam angkatan tentera yang ditugaskan untuk mengawal perbatasan Islam di sana.
Kelahiran dan Kehidupannya
Menurut pendapat yang masyhur, beliau dilahirkan di Ghazzah – Palestine pada tahun 150 Hijrah. Tidak lama sesudah beliau dilahirkan bapanya meninggal dunia. Tinggallah beliau bersama-sama ibunya sebagai seorang anak yatim. Kehidupan masa kecilnya dilalui dengan serba kekurangan dan kesulitan.
PENGEMBARAAN IMAM AL-SHAFI’I
Hidup Imam As-Shafi’i (150H – 204H ) merupakan satu siri pengembaraan yang tersusun di dalam bentuk yang sungguh menarik dan amat berkesan terhadap pembentukan kriteria ilmiah dan popularitinya.
Al-Shafi’i di Makkah ( 152H – 164H )
Pengembaraan beliau bermula sejak beliau berumur dua tahun lagi (152H), ketika itu beliau dibawa oleh ibunya berpindah dari tempat kelahirannya iaitu dari Ghazzah, Palestine ke Kota Makkah untuk hidup bersama kaum keluarganya di sana.
Di kota Makkah kehidupan beliau tidak tetap kerana beliau dihantar ke perkampungan Bani Huzail, menurut tradisi bangsa Arab ketika itu bahawa penghantaran anak-anak muda mereka ke perkampungan tersebut dapat mewarisi kemahiran bahasa ibunda mereka dari sumber asalnya yang belum lagi terpengaruh dengan integrasi bahasa-bahasa asing seperti bahasa Parsi dan sebagainya. Satu perkara lagi adalah supaya pemuda mereka dapat dibekalkan dengan Al-Furusiyyah (Latihan Perang Berkuda). Kehidupan beliau di peringkat ini mengambil masa dua belas tahun ( 152 – 164H ).
Sebagai hasil dari usahanya, beliau telah mahir dalam ilmu bahasa dan sejarah di samping ilmu-ilmu yang berhubung dengan Al-Quran dan Al-Hadith. Selepas pulang dari perkampungan itu beliau meneruskan usaha pembelajarannya dengan beberapa mahaguru di Kota Makkah sehingga beliau menjadi terkenal. Dengan kecerdikan dan kemampuan ilmiahnya beliau telah dapat menarik perhatian seorang mahagurunya iaitu Muslim bin Khalid Al-Zinji yang mengizinkannya untuk berfatwa sedangkan umur beliau masih lagi di peringkat remaja iaitu lima belas tahun.
Al-Shafi’i di Madinah ( 164H – 179H )
Sesudah itu beliau berpindah ke Madinah dan menemui Imam Malik. Beliau berdamping dengan Imam Malik di samping mempelajari ilmunya sehinggalah Imam Malik wafat pada tahun 179H, iaitu selama lima belas tahun.
Semasa beliau bersama Imam Malik hubungan beliau dengan ulama-ulama lain yang menetap di kota itu dan juga yang datang dari luar berjalan dengan baik dan berfaedah. Dari sini dapatlah difahami bahawa beliau semasa di Madinah telah dapat mewarisi ilmu bukan saja dari Imam Malik tetapi juga dari ulama-ulama lain yang terkenal di kota itu.
Al-Shafi’i di Yaman ( 179H – 184H )
Apabila Imam Malik wafat pada tahun 179H, kota Madinah diziarahi oleh Gabenor Yaman. Beliau telah dicadangkan oleh sebahagian orang-orang Qurasyh Al-Madinah supaya mencari pekerjaan bagi Al-Shafi’i. Lalu beliau melantiknya menjalankan satu pekerjaan di wilayah Najran. Sejak itu Al-Shafi’i terus menetap di Yaman sehingga berlaku pertukaran Gabenor wilayah itu pada tahun 184H. Pada tahun itu satu fitnah ditimbulkan terhadap diri Al-Shafi’i sehingga beliau dihadapkan ke hadapan Harun Al-Rashid di Baghdad atas tuduhan Gabenor baru itu yang sering menerima kecaman Al-Shafi’i kerana kekejaman dan kezalimannya. Tetapi ternyata bahawa beliau tidak bersalah dan kemudiannya beliau dibebaskan.
Al-Shafi’i di Baghdad ( 184H – 186H )
Peristiwa itu walaupun secara kebetulan, tetapi membawa erti yang amat besar kepada Al-Shafi’i kerana pertamanya, ia berpeluang menziarahi kota Baghdad yang terkenal sebagai pusat ilmu pengetahuan dan para ilmuan pada ketika itu. Keduanya, ia berpeluang bertemu dengan Muhammad bin Al-Hassan Al-Shaibani, seorang tokoh Mazhab Hanafi dan sahabat karib Imam Abu Hanifah dan lain-lain tokoh di dalam Mazhab Ahl al-Ra’y. Dengan peristiwa itu terbukalah satu era baru dalam siri pengembaraan Al-Imam ke kota Baghdad yang dikatakan berlaku sebanyak tiga kali sebelum beliau berpindah ke Mesir. Dalam pengembaraan pertama ini Al-Shafi’i tinggal di kota Baghdad sehingga tahun 186H. Selama masa ini (184 – 186H) beliau sempat membaca kitab-kitab Mazhab Ahl al-Ra’y dan mempelajarinya, terutamanya hasil tulisan Muhammad bin Al-Hassan Al-Shaibani, di samping membincanginya di dalam beberapa perdebatan ilmiah di hadapan Harun Al-Rashid sendiri.
Al-Shafi’i di Makkah ( 186H – 195H )
Pada tahun 186H, Al-Shafi’i pulang ke Makkah membawa bersamanya hasil usahanya di Yaman dan Iraq dan beliau terus melibatkan dirinya di bidang pengajaran. Dari sini muncullah satu bintang baru yang berkerdipan di ruang langit Makkah membawa satu nafas baru di bidang fiqah, satu nafas yang bukan Hijazi, dan bukan pula Iraqi dan Yamani, tetapi ia adalah gabungan dari ke semua aliran itu. Sejak itu menurut pendapat setengah ulama, lahirlah satu Mazhab Fiqhi yang baru yang kemudiannya dikenali dengan Mazhab Al-Shafi’i. Selama sembilan tahun (186 – 195H) Al-Shafi’i menghabiskan masanya di kota suci Makkah bersama-sama para ilmuan lainnya, membahas, mengajar, mengkaji di samping berusaha untuk melahirkan satu intisari dari beberapa aliran dan juga persoalan yang sering bertentangan yang beliau temui selama masa itu.
Al-Shafi’i di Baghdad ( 195H – 197H )
Dalam tahun 195H, untuk kali keduanya Al-Shafi’i berangkat ke kota Baghdad. Keberangkatannya kali ini tidak lagi sebagai seorang yang tertuduh, tetapi sebagai seorang alim Makkah yang sudah mempunyai personaliti dan aliran fiqah yang tersendiri. Catatan perpindahan kali ini menunjukkan bahawa beliau telah menetap di negara itu selama dua tahun (195 – 197H).
Di dalam masa yang singkat ini beliau berjaya menyebarkan “Method Usuli” yang berbeza dari apa yang dikenali pada ketika itu. Penyebaran ini sudah tentu menimbulkan satu respon dan reaksi yang luarbiasa di kalangan para ilmuan yang kebanyakannya adalah terpengaruh dengan method Mazhab Hanafi yang disebarkan oleh tokoh utama Mazhab itu, iaitu Muhammad bin Al-Hasan Al-Shaibani. Kata Al-Karabisi : “Kami sebelum ini tidak kenal apakah (istilah) Al-Kitab, Al- Sunnah dan Al-Ijma’, sehinggalah datangnya Al-Shafi’i, beliaulah yang menerangkan maksud Al-Kitab, Al-Sunnah dan Al-Ijma’”.
Kata Abu Thaur : “Kata Al-Shafi’i : Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menyebut (di dalam kitab-Nya) mengenai sesuatu maksud yang umum tetapi Ia menghendaki maksudnya yang khas, dan Ia juga telah menyebut sesuatu maksud yang khas tetapi Ia menghendaki maksudnya yang umum, dan kami (pada ketika itu) belum lagi mengetahui perkara-perkara itu, lalu kami tanyakan beliau …”
Pada masa itu juga dikatakan beliau telah menulis kitab usulnya yang pertama atas permintaan ‘Abdul Rahman bin Mahdi, dan juga beberapa penulisan lain dalam bidang fiqah dan lain-lain.
Al-Shafi’i di Makkah dan Mesir ( 197H – 204H )
Sesudah dua tahun berada di Baghdad (197H) beliau kembali ke Makkah. Pada tahun 198H, beliau keluar semula ke Baghdad dan tinggal di sana hanya beberapa bulan sahaja. Pada awal tahun 199H, beliau berangkat ke Mesir dan sampai ke negara itu dalam tahun itu juga. Di negara baru ini beliau menetap sehingga ke akhir hayatnya pada tahun 204H.
FATWA-FATWA IMAM AL-SHAFI’I
Perpindahan beliau ke Mesir mengakibatkan satu perubahan besar dalam Mazhabnya. Kesan perubahan ini melibatkan banyak fatwanya semasa beliau di Baghdad turut sama berubah. Banyak kandungan kitab-kitab fiqahnya yang beliau hasilkan di Baghdad disemak semula dan diubah. Dengan ini terdapat dua fatwa bagi As-Shafi’i, fatwa lama dan fatwa barunya. Fatwa lamanya ialah segala fatwa yang diucapkan atau ditulisnya semasa beliau berada di Iraq, fatwa barunya ialah fatwa yang diucapkan atau ditulisnya semasa beliau berada di Mesir. Kadang-kadang dipanggil fatwa lamanya dengan Mazhabnya yang lama atau Qaul Qadim dan fatwa barunya dinamakan dengan Mazhab barunya atau Qaul Jadid.
Di sini harus kita fahami bahawa tidak kesemua fatwa barunya menyalahi fatwa lamanya dan tidak pula kesemua fatwa lamanya dibatalkannya, malahan ada di antara fatwa barunya yang menyalahi fatwa lamanya dan ada juga yang bersamaan dengan yang lama. Kata Imam Al-Nawawi : “Sebenarnya sebab dikatakan kesemua fatwa lamanya itu ditarik kembali dan tidak diamalkannya hanyalah berdasarkan kepada ghalibnya sahaja”.
Imam As-Shafi’i pulang ke pangkuan Ilahi pada tahun 204H, tetapi kepulangannya itu tidaklah mengakibatkan sebarang penjejasan terhadap perkembangan aliran Fiqhi dan Usuli yang diasaskannya. Malahan asas itu disebar dan diusaha-kembangkan oleh para sahabatnya yang berada di Al-Hijaz, Iraq dan Mesir.
PARA SAHABAT IMAM AL-SHAFI’I
Di antara para sahabat Imam Al-Shafi’i yang terkenal di Al-Hijaz (Makkah dan Al-Madinah) ialah :-
1. Abu Bakar Al-Hamidi, ‘Abdullah bun Al-Zubair Al-Makki yang wafat pada tahun 219H.
2. Abu Wahid Musa bin ‘Ali Al-Jarud Al-Makki yang banyak menyalin kitab-kitab Al-Shafi’i. Tidak diketahui tarikh wafatnya.
3. Abu Ishak Ibrahim bin Muhammad bin Al-‘Abbasi bin ‘Uthman bin Shafi ‘Al-Muttalibi yang wafat pada tahun 237H.
4. Abu Bakar Muhammad bin Idris yang tidak diketahui tarikh wafatnya.
Sementara di Iraq pula kita menemui ramai para sahabat Imam Al-Shafi’i yang terkenal, di antara mereka ialah :-
1. Abu ‘Abdullah Ahmad bin Hanbal, Imam Mazhab yang keempat. Beliau wafat pada tahun 241H.
2. Abu ‘Ali Al-Hasan bin Muhammad Al-Za’farani yang wafat pada tahun 249H.
3. Abu Thaur Ibrahim bin Khalid Al-Kalbi yang wafat pada tahun 240H.
4. Al-Harith bin Suraij Al-Naqqal, Abu ‘Umar. Beliau wafat pada tahun 236H.
5. Abu ‘Ali Al-Husain bin ‘Ali Al-Karabisi yang wafat pada tahun 245H.
6. Abu ‘Abdul RahmanAhmad bin Yahya Al-Mutakallim. Tidak diketahui tarikh wafatnya.
7. Abu Zaid ‘Abdul Hamid bin Al-Walid Al-Misri yang wafat pada tahun 211H.
8. Al-Husain Al-Qallas. Tidak diketahui tarikh wafatnya.
9. ‘Abdul ‘Aziz bin Yahya Al-Kannani yang wafat pada tahun 240H.
10. ‘Ali bin ‘Abdullah Al-Mudaiyini.
Di Mesir pula terdapat sebilangan tokoh ulama yang kesemua mereka adalah sahabat Imam Al-Shafi’i, seperti :-
1. Abu Ibrahim Isma’il bin Yahya bin ‘Amru bin Ishak Al-Mudhani yang wafat pada tahun 264H.
2. Abu Muhammad Al-Rabi’ bin Sulaiman Al-Muradi yang wafat pada tahun 270H.
3. Abu Ya’kub Yusuf bin Yahya Al-Misri Al-Buwaiti yang wafat pada tahun 232H.
4. Abu Najib Harmalah bin Yahya Al-Tajibi yang wafat pada tahun 243H.
5. Abu Musa Yunus bin ‘Abdul A’la Al-Sadaghi yang wafat pada tahun 264H.
6. Abu ‘Abdullah Muhammad bin ‘Abdullah bin ‘Abdul Hakam Al-Misri yang wafat pada tahun 268H.
7. Al-Rabi’ bin Sulaiman Al-Jizi yang wafat pada tahun 256H.
Dari usaha gigih mereka, Mazhab Al-Shafi’i tersebar dan berkembang luas di seluruh rantau Islam di zaman-zaman berikutnya.
PERKEMBANGAN MAZHAB IMAM AL-SHAFI’I
Menurut Ibn Al-Subki bahawa Mazhab Al-Shafi’I telah berkembang dan menjalar pengaruhnya di merata-rata tempat, di kota dan di desa, di seluruh rantau negara Islam. Pengikut-pengikutnya terdapat di Iraq dan kawasan-kawasan sekitarnya, di Naisabur, Khurasan, Muru, Syria, Mesir, Yaman, Hijaz, Iran dan di negara-negara timur lainnya hingga ke India dan sempadan negara China. Penyebaran yang sebegini meluas setidak-tidaknya membayangkan kepada kita sejauh mana kewibawaan peribadi Imam Al-Shafi’i sebagai seorang tokoh ulama dan keunggulan Mazhabnya sebagai satu-satunya aliran fiqah yang mencabar aliran zamannya. IMAM AL-SHAFI’I DAN PENULISANNYA
Permulaan Mazhabnya
Sebenarnya penulisan Imam Al-Shafi’i secara umumnya mempunyai pertalian yang rapat dengan pembentukan Mazhabnya. Menurut Muhammad Abu Zahrah bahawa pwmbentukan Mazhabnya hanya bermula sejak sekembalinya dari kunjungan ke Baghdad pada tahun 186H. Sebelum itu Al-Shafi’i adalah salah seorang pengikut Imam Malik yang sering mempertahankan pendapatnya dan juga pendapat fuqaha’ Al-Madinah lainnya dari kecaman dan kritikan fuqaha’ Ahl Al-Ra’y. Sikapnya yang sebegini meyebabkan beliau terkenal dengan panggilan “Nasir Al-Hadith”.
Detik terawal Mazhabnya bermula apabila beliau membuka tempat pengajarannya (halqah) di Masjid Al-Haram. Usaha beliau dalam memperkembangkan Mazhabnya itu bolehlah dibahagikan kepada tiga peringkat :-
1. Peringkat Makkah (186 – 195H)
2. Peringkat Baghdad (195 – 197H)
3. Peringkat Mesir (199 – 204H)
Dalam setiap peringkat diatas beliau mempunyai ramai murid dan para pengikut yang telah menerima dan menyebar segala pendapat ijtihad dan juga hasil kajiannya.
Penulisan Pertamanya
Memang agak sulit untuk menentukan apakah kitab pertama yang dihasilkan oleh Al-Shafi’i dan di mana dan selanjutnya apakah kitab pertama yang dihasilkannya dalam Ilmu Fiqah dan di mana? Kesulitan ini adalah berpunca dari tidak adanya keterangan yang jelas mengenai kedua-dua perkara tersebut. Pengembaraannya dari satu tempat ke satu tempat yang lain dan pulangnya semula ke tempat awalnya tambah menyulitkan lagi untuk kita menentukan di tempat mana beliau mulakan usaha penulisannya.
Apa yang kita temui – sesudah kita menyemak beberapa buah kitab lama dan baru yang menyentuh sejarah hidupnya, hanya beberapa tanda yang menunjukkan bahawa kitabnya “Al-Risalah” adalah ditulis atas permintaan ‘Abdul Rahman bin Mahdi, iaitu sebuah kitab di dalam Ilmu Usul, pun keterangan ini tidak juga menyebut apakah kitab ini merupakan hasil penulisannya yang pertama atau sebelumnya sudah ada kitab lain yang dihasilkannya. Di samping adanya pertelingkahan pendapat di kalangan ‘ulama berhubung dengan tempat di mana beliau menghasilkan penulisan kitabnya itu. Ada pendapat yang mengatakan bahawa beliau menulisnya sewaktu beliau berada di Makkah dan ada juga pendapat yang mengatakan bahawa beliau menulisnya ketika berada di Iraq.
Kata Ahmad Muhammad Shakir : “Al-Shafi’I telah mengarang beberapa buah kitab yang jumlahnya agak besar, sebahagiannya beliau sendiri yang menulisnya, lalu dibacakannya kepada orang ramai. Sebahagiannya pula beliau merencanakannya sahaja kepada para sahabatnya. Untuk mengira bilangan kitab-kitabnya itu memanglah sukar kerana sebahagian besarnya telahpun hilang. Kitab-kitab itu telah dihasilkan penulisannya ketika beliau berada di Makkah, di Baghdad dan di Mesir”.
Kalaulah keterangan di atas boleh dipertanggungjawabkan maka dapatlah kita membuat satu kesimpulan bahawa Al-Shafi’i telah memulakan siri penulisannya sewaktu beliau di Makkah lagi, dan kemungkinan kitabnya yang pertama yang dihasilkannya ialah kitab “Al-Risalah”.
Al-Hujjah Dan Kitab-kitab Mazhab Qadim
Di samping “Al-Risalah” terdapat sebuah kitab lagi yang sering disebut-sebut oleh para ulama sebagai sebuah kitab yang mengandungi fatwa Mazhab Qadimnya iaitu “Al-Hujjah”. Pun keterangan mengenai kitab ini tidak menunjukkan bahawa ia adalah kitab pertama yang di tulis di dala bidang Ilmu Fiqah semasa beliau berada di Iraq, dan masa penulisannya pun tidak begitu jelas. Menurut beberapa keterangan, beliau menghasilkannya sewaktu beliau berpindah ke negara itu pada kali keduanya, iaitu di antara tahun-tahun 195 – 197H.
Bersama-sama “Al-Hujjah” itu terdapat beberapa buah kitab lain di dalam Ilmu Fiqah yang beliau hasilkan sendiri penulisannya atau beliau merencanakannya kepada para sahabatnya di Iraq, antaranya seperti kitab-kitab berikut :-
1. Al-Amali
2. Majma’ al-Kafi
3. ‘Uyun al-Masa’il
4. Al-Bahr al-Muhit
5. Kitab al-Sunan
6. Kitab al-Taharah
7. Kitab al-Solah
8. Kitab al-Zakah
9. Kitab al-Siam
10. Kitab al-Haj
11. Bitab al-I’tikaf
12. Kitab al-Buyu’
13. Kitab al-Rahn
14. Kitab al-Ijarah
15. Kitab al-Nikah
16. Kitab al-Talaq
17. Kitab al-Sadaq
18. Kitab al-Zihar
19. Kitab al-Ila’
20. Kitab al-Li’an
21. Kitab al-Jirahat
22. Kitab al-Hudud
23. Kitab al-Siyar
24. Kitab al-Qadaya
25. Kitab Qital ahl al-Baghyi
26. Kitab al-‘Itq dan lain-lain
Setengah perawi pula telah menyebut bahawa kitab pertama yang dihasilkan oleh Al-Shafi’i adalah di dalam bentuk jawapan dan perdebatan, iaitu satu penulisan yang dituju khas kepada fuqaha’ ahl al-Ra’y sebagai menjawab kecaman-kecaman mereka terhadap Malik dan fuqaha’ Al-Madinah. Kenyataan mereka ini berdasarkan kepada riwayat Al-Buwaiti : “Kata Al-Shafi’i : Ashab Al-Hadith (pengikut Imam Malik) telah berhimpun bersama-sama saya. Mereka telah meminta saya menulis satu jawapan terhadap kitab Abu Hanifah. Saya menjawab bahawa saya belum lagi mengetahui pendapat mereka, berilah peluang supaya dapat saya melihat kitab-kitab mereka. Lantas saya meminta supaya disalinkan kitab-kitab itu.Lalu disalin kitab-kitab Muhammad bin Al-Hasan untuk (bacaan) saya. Saya membacanya selama setahun sehingga saya dapat menghafazkan kesemuanya. Kemudian barulah saya menulis kitab saya di Baghdad.
Kalaulah berdasarkan kepada keterangan di atas, maka kita pertama yang dihasilkan oleh Al-Shafi’i semasa beliau di Iraq ialah sebuah kitab dalam bentuk jawapan dan perdebatan, dan cara penulisannya adalah sama dengan cara penulisan ahl al-Ra’y. Ini juga menunjukkan bahawa masa penulisannya itu lebih awal dari masa penulisan kitab “Al-Risalah”, iaitu di antara tahun-tahun 184 – 186H.
Method Penulisan Kitab-Kitab Qadim
Berhubung dengan method penulisan kitab “Al-Hujjah” dan lain-lain belum dapat kita pastikan dengan yakin kerana sikap asalnya tida kita temui, kemungkinan masih lagi ada naskah asalnya dan kemungkinan juga ianya sudah hilang atau rosak dimakan zaman. Walaubagaimanapun ia tidak terkeluar – ini hanya satu kemungkinan sahaja – dari method penulisan zamannya yang dipengaruhi dengan aliran pertentangan mazhab-mazhab fuqaha’ di dalam beberapa masalah, umpamanya pertentangan yang berlaku di antara mazhab beliau dengan Mazhab Hanafi da juga Mazhab Maliki. Keadaan ini dapat kita lihat dalam penulisan kitab “Al-Um” yang pada asalnya adalah kumpulan dari beberapa buah kitab Mazhab Qadimnya. Setiap kitab itu masing-masing membawa tajuknya yang tersendiri, kemudian kita itu pula dipecahkan kepada bab-bab kecil yang juga mempunyai tajuk-tajuk yang tersendiri. Di dalam setiap bab ini dimuatkan dengan segala macam masalah fiqah yang tunduk kepada tajuk besar iaitu tajuk bagi sesuatu kitab, umpamanya kitab “Al-Taharah”, ia mengandungi tiga puluh tujuh tajuk bab kecil, kesemua kandungan bab-bab itu ada kaitannya dengan Kitab “Al-Taharah”.
Perawi Mazhab Qadim
Ramai di antara para sahabatnya di Iraq yang meriwayat fatwa qadimnya, di antara mereka yang termasyhur hanya empat orang sahaja :
1. Abu Thaur, Ibrahim bin Khalid yang wafat pada tahun 240H.
2. Al-Za’farani, Al-Hasan bin Muhammad bin Sabah yang wafat pada tahun 260H.
3. Al-Karabisi, Al-Husain bin ‘Ali bin Yazid, Abu ‘Ali yang wafat pada tahun 245H.
4. Ahmad bin Hanbal yang wafat pada tahun 241H.
Menurut Al-Asnawi, Al-Shafi’i adalah ‘ulama’ pertama yang hasil penulisannya meliputi banyak bab di dalam Ilmu Fiqah.
Perombakan Semula Kitab-kitab Qadim
Perpindahan beliau ke Mesir pada tahun 199H menyebabkan berlakunya satu rombakan besar terhadap fatwa lamanya. Perombakan ini adalah berpunca dari penemuan beliau dengan dalil-dalil baru yang belum ditemuinya selama ini, atau kerana beliau mendapati hadis-hadis yang sahih yang tidak sampai ke pengetahuannya ketika beliau menulis kitab-kitab qadimnya, atau kerana hadis-hadis itu terbukti sahihnya sewaktu beliau berada di Mesir sesudah kesahihannya selama ini tidak beliau ketahui. Lalu dengan kerana itu beliau telah menolak sebahagian besar fatwa lamanya dengan berdasarkan kepada prinsipnya : “Apabila ditemui sesebuah hadis yang sahih maka itulah Mazhab saya”.
Di dalam kitab “Manaqib Al-Shafi’i”, Al-Baihaqi telah menyentuh nama beberapa buah kitab lama (Mazhab Qadim) yang disemak semula oleh Al-Shafi’i dan diubah sebahagian fatwanya, di antara kitab-kitab itu ialah :-
1. Al-Risalah
2. Kitab al-Siyam
3. Kitab al-Sadaq
4. Kitab al-Hudud
5. Kitab al-Rahn al-Saghir
6. Kitab al-Ijarah
7. Kitab al-Jana’iz
Menurut Al-Baihaqi lagi Al-shafi’i telah menyuruh supaya dibakar kitab-kitab lamanya yang mana fatwa ijtihadnya telah diubah.
Catatan Al-Baihaqi itu menunjukkan bahawa Al-Shafi’i melarang para sahabatnya meriwayat pendapat-pendapat lamanya yang ditolak kepada orang ramai. Walaupun begitu kita masih menemui pendapat-pendapat itu berkecamuk di sana-sini di dalam kitab-kitab fuqaha’ mazhabnya samada kitab-kitab yang ditulis fuqaha’ yang terdahulu atau pun fuqaha’ yang terkemudian. Kemungkinan hal ini berlaku dengan kerana kitab-kitab lamanya yang diriwayatkan oleh Al-Za’farani, Al-Karabisi dan lain-lain sudah tersebar dengan luasnya di Iraq dan diketahui umum, terutamanya di kalangan ulama dan mereka yang menerima pendapat-pendapatnya itu tidak mengetahui larangan beliau itu.
Para fuqaha’ itu bukan sahaja mencatat pendapat-pendapat lamanya di dalam penulisan mereka, malah menurut Al-Nawawi ada di antara mereka yang berani mentarjihkan pendapat-pendapat itu apabila mereka mendapatinya disokong oleh hadis-hadis yang sahih.
Pentarjihan mereka ini tidak pula dianggap menentangi kehendak Al-Shafi’i, malahan itulah pendapat mazhabnya yang berdasarkan kepada prinsipnya : “Apabila ditemui sesebuah hadis yang sahih maka itulah mazhab saya”.
Tetapi apabila sesuatu pendapat lamanya itu tidak disokong oleh hadis yang sahih kita akan menemui dua sikap di kalangan fuqaha’ Mazhab Al-Shafi’i :-
Pertamanya : Pendapat itu harus dipilih dan digunakan oleh seseorang mujtahid Mazhab Al-Shafi’i atas dasar ia adalah pendapat Al-Shafi’i yang tidak dimansuhkan olehnya, kerana seseorang mujtahid (seperti Al-Shafi’i) apabila ia mengeluarkan pendapat barumya yang bercanggah dengan pendapat lamanya tidaklah bererti bahawa ia telah menarik pendapat pertamanya, bahkan di dalam masalah itu dianggap mempunyai dua pendapatnya.
Keduanya : Tidak harus ia memilih pendapat lama itu. Inilah pendapat jumhur fuqaha’ Mazhab Al-Shafi’i kerana pendapat lama dan baru adalah dua pendapatnya yang bertentangan yang mustahil dapat diselaraskan kedua-duanya.
Kitab-kitab Mazhab Jadid
Di antara kitab-kitab yang beliau hasilkan penulisannya di Mesir atau beliau merencanakannya kepada para sahabatnya di sana ialah :-
i. Al-Risalah. Kitab ini telah ditulis buat pertama kalinya sebelum beliau berpeindah ke Mesir.
ii. Beberapa buah kitab di dalam hukum-hukum furu’ yang terkandung di dalam kitab “Al-Um”, seperti :-
a) Di dalam bab Taharah :
1. Kitab al-Wudu’
2. Kitab al-Tayammum
3. Kitab al-Taharah
4. Kitab Masalah al-Mani
5. Kitab al-Haid
b) Di dalam bab Solah :
6. Kitab Istiqbal al-Qiblah
7. Kitab al-Imamah
8. Kitab al-Jum’ah
9. Kitab Solat al-Khauf
10. Kitab Solat al-‘Aidain
11. Kitab al-Khusuf
12. Kitab al-Istisqa’
13. Kitab Solat al-Tatawu’
14. Al-Hukm fi Tarik al-Solah
15. Kitab al-Jana’iz
16. Kitab Ghasl al-Mayyit
c) Di dalam bab Zakat :
17. Kitab al-Zakah
18. Kitab Zakat Mal al-Yatim
19. Kitab Zakat al-Fitr
20. Kitab Fard al-Zakah
21. Kitab Qasm al-Sadaqat
d) Di dalam bab Siyam (Puasa) :
22. Kitab al-Siyam al-Kabir
23. Kitab Saum al-Tatawu’
24. Kitab al-I’tikaf
e) Di dalam bab Haji :
25. Kitab al-Manasik al-Kabir
26. Mukhtasar al-Haj al-Kabir
27. Mukhtasar al-Haj al-Saghir
f) Di dalam bab Mu’amalat :
28. Kitab al-Buyu’
29. Kitab al-Sarf
30. Kitab al-Salam
31. Kitab al-Rahn al-Kabir
32. Kitab al-Rahn al-Saghir
33. Kitab al-Taflis
34. Kitab al-Hajr wa Bulugh al-Saghir
35. Kitab al-Sulh
36. Kitab al-Istihqaq
37. Kitab al-Himalah wa al-Kafalah
38. Kitab al-Himalah wa al-Wakalah wa al-Sharikah
39. Kitab al-Iqrar wa al-Mawahib
40. Kitab al-Iqrar bi al-Hukm al-Zahir
41. Kitab al-Iqrar al-Akh bi Akhihi
42. Kitab al-‘Ariah
43. Kitab al-Ghasb
44. Kitab al-Shaf’ah
g) Di dalam bab Ijarat (Sewa-menyewa) :
45. Kitab al-Ijarah
46. Kitab al-Ausat fi al-Ijarah
47. Kitab al-Kara’ wa al-Ijarat
48. Ikhtilaf al-Ajir wa al-Musta’jir
49. Kitab Kara’ al-Ard
50. Kara’ al-Dawab
51. Kitab al-Muzara’ah
52. Kitab al-Musaqah
53. Kitab al-Qirad
54. Kitab ‘Imarat al-Aradin wa Ihya’ al-Mawat
h) Di dalam bab ‘Ataya (Hadiah-menghadiah) :
55. Kitab al-Mawahib
56. Kitab al-Ahbas
57. Kitab al-‘Umra wa al-Ruqba
i) Di dalam bab Wasaya (Wasiat) :
58. Kitab al-Wasiat li al-Warith
59. Kitab al-Wasaya fi al-‘Itq
60. Kitab Taghyir al-Wasiah
61. Kitab Sadaqat al-Hay’an al-Mayyit
62. Kitab Wasiyat al-Hamil
j) Di dalam bab Faraid dan lain-lain :
63. Kitab al-Mawarith 64. Kitab al-Wadi’ah
65. Kitab al-Luqatah
66. Kitab al-Laqit
k) Di dalam bab Nikah :
67. Kitab al-Ta’rid bi al-Khitbah
68. Kitab Tahrim al-Jam’i
69. Kitab al-Shighar
70. Kitab al-Sadaq
71. Kitab al-Walimah
72. Kitab al-Qism
73. Kitab Ibahat al-Talaq
74. Kitab al-Raj’ah
75. Kitab al-Khulu’ wa al-Nushuz
76. Kitab al-Ila’
77. Kitab al-Zihar
78. Kitab al-Li’an
79. Kitab al-‘Adad
80. Kitab al-Istibra’
81. Kitab al-Rada’
82. Kitab al-Nafaqat
l) Di dalam bab Jirah (Jenayah) :
83. Kitab Jirah al-‘Amd
84. Kitab Jirah al-Khata’ wa al-Diyat
85. Kitab Istidam al-Safinatain
86. Al-Jinayat ‘ala al-Janin
87. Al-Jinayat ‘ala al-Walad
88. Khata’ al-Tabib
89. Jinayat al-Mu’allim
90. Jinayat al-Baitar wa al-Hujjam
91. Kitab al-Qasamah
92. Saul al-Fuhl
m) Di dalam bab Hudud :
93. Kitab al-Hudud
94. Kitab al-Qat’u fi al-Sariqah
95. Qutta’ al-Tariq
96. Sifat al-Nafy
97. Kitab al-Murtad al-Kabir
98. Kitab al-Murtad al-Saghir
99. Al-Hukm fi al-Sahir
100. Kitab Qital ahl al-Baghy
n) Di dalam bab Siar dan Jihad :
101. Kitab al-Jizyah
102. Kitab al-Rad ‘ala Siyar al-Auza’i
103. Kitab al-Rad ‘ala Siyar al-Waqidi
104. Kitab Qital al-Mushrikin
105. Kitab al-Asara wa al-Ghulul
106. Kitab al-Sabq wa al-Ramy
107. Kitab Qasm al-Fai’ wa al-Ghanimah
o) Di dalam bab At’imah (Makan-makanan) :
108. Kitab al-Ta’am wa al-Sharab
109. Kitab al-Dahaya al-Kabir
110. Kitab al-Dahaya al-Saghir
111. Kitab al-Said wa al-Dhabaih
112. Kitab Dhabaih Bani Israil
113. Kitab al-Ashribah
p) Di dalam bab Qadaya (Kehakiman) :
114. Kitab Adab al-Qadi
115. Kitab al-Shahadat
116. Kitab al-Qada’ bi al-Yamin ma’a al-Shahid
117. Kitab al-Da’wa wa al-Bayyinat
118. Kitab al-Aqdiah
119. Kitab al-Aiman wa al-Nudhur
q) Di dalam bab ‘Itq (Pembebasan) dan lain-lain :
120. Kitab al-‘Itq
121. Kitab al-Qur’ah
122. Kitab al-Bahirah wa al-Sa’ibah
123. Kitab al-Wala’ wa al-Half
124. Kitab al-Wala’ al-Saghir
125. Kitab al-Mudabbir
126. Kitab al-Mukatab
127. Kitab ‘Itq Ummahat al-Aulad
128. Kitab al-Shurut
Di samping kitab-kitab di atas ada lagi kitab-kitab lain yang disenaraikan oleh al-Baihaqi sebagai kitab-kitab usul, tetapi ia juga mengandungi hukum-hukum furu’, seperti :-
1. Kitab Ikhtilaf al-Ahadith
2. Kitab Jima’ al-Ilm
3. Kitab Ibtal al-Istihsan
4. Kitan Ahkam al-Qur’an
5. Kitab Bayan Fard al-Lah, ‘Azza wa Jalla
6. Kitab Sifat al-Amr wa al-Nahy
7. Kitab Ikhtilaf Malik wa al-Shafi’i
8. Kitab Ikhtilaf al-‘Iraqiyin
9. Kitab al-Rad ‘ala Muhammad bin al-Hasan
10. Kitab ‘Ali wa ‘Abdullah
11. Kitab Fada’il Quraysh
Ada sebuah lagi kitab al-Shafi’i yang dihasilkannya dalam Ilmu Fiqah iaitu “al-Mabsut”. Kitab ini diperkenalkan oleh al-Baihaqi dan beliau menamakannya dengan “al-Mukhtasar al-Kabir wa al-Manthurat”, tetapi pada pendapat setengah ulama kemungkinan ia adalah kitab “al-Um”.
Langgan:
Catatan (Atom)